Minggu, 26 November 2006

Berbicara, Mendulang Pahala atau Dosa?

Bicara adalah kebutuhan.. Dengan bicara gagasan-gagasan yang tersimpan di kepala, dan emosi yang tersimpan di hati jadi bisa ditangkap oleh orang lain. Hal ini akan memberikan kepuasan tersendiri bagi kita. Bahkan menyehatkan! Apalagi bila kemudian gagasan dan emosi kita ini direspon oleh lawan bicara, tentu ini makin membuat kita merasa diperhatikan.

Begitu banyak orang yang merasa diterima di sebuah lingkungan hanya gara-gara dia bisa mendominasi pembicaraan atau karena orang-orang mau mendengarkan kata-katanya, juga mengagumi isi ceritanya. Respon yang positif ini akan mendorong seseorang untuk melakukaan hal yang sama di lain tempat dan waktu.

Sebaliknya banyak orang yang merasa ditolak hanya gara-gara dia tidak bisa mengimbangi lawan bicaranya, atau tak ada yang mengagumi cerita-ceritanya, bahkan tak ada yang mau mendengarkan kata-katanya.

Dalam sebuah hadist disebutkan bahwa sesungguhnya kebanyakan dosa anak Adam berada pada lidahnya. Semua kata yang keluar dari lisan seorang muslim seharusnya punya konsekuensi yang lebih besar dan lebih bisa dipertanggungjawabkan. Ini disebabkan seorang muslim berbicara diawali dengan pemahaman atas apa yang dia bicarakan dan pemahaman atas konsekuensi-konsekuensi dari apa yang dia bicarakan, tidak hanya di dunia, tapi juga di akhirat.

Pemahaman atas apa yang dia bicarakan membuat seorang muslim tidak bicara “ngaco”. Ilmu menjadi dasarnya, baik ilmu yang diperoleh dari pendidikan formal maupun nonformal, bahkan ilmu dari pengalaman hidup sekalipun. Pemahaman terhadap ilmu ini akan membuat seorang muslim bisa bijaksana memilah kata-kata yang tepat, sesuai dengan latar belakang dan kecenderungan orang yang diajak bicara.

Pengetahuan tentang konsekuensi atas apa yang dia bicarakan pun akan mendorong seorang muslim untuk menjaga lisannya agar hanya mengeluarkan kata-kata terbaik yang mengandung kemanfaataan dan keselamatan bagi orang lain. Bukan sekedar kata-kata basa-basi dengan harapan mendapat decak kagum dari orang lain. Bukan juga kalimat-kalimat manis yang diluncurkan hanya untuk tujuan-tujuan dan kepentingan pribadi, tanpa ada nilai manfaatnya bagi orang lain.

Dalam beberapa hal, ini masih bisa ditolerir pada batas-batas tertentu. Namun bila kemudian menjadi kebiasaan yang berkepanjangan dikhawatirkan bisa menjerumuskan kita pada kata-kata dusta tanpa kita sadari, hanya untuk tujuan ini; tujuan pengakuan dari orang lain. Sungguh, sebuah kebohongan yang kita ucapkan sekali, dan kemudian kita ulangi kedua kali bahkan sampai ketiga kalinya tanpa adanya penyesalan akan menjadikan kita terbiasa olehnya.

Satu kata kebaikan yang keluar dari lisan seorang muslim pun punya konsekuensi bahwa dialah orang pertama yang melaksanakan kata-katanya tersebut. Apa pun kata-kata itu; diucapkan langsung ataupun dalam bentuk tulisan. Bukan suatu yang mudah memang. Kadang tuntutan ini membuat kita jadi takut mengajak orang lain pada kebenaran. Akhirnya kita lebih memilih diam. Padahal satu kebaikan yang kita sebarkan melalui kata-kata kita, kemudian orang lain ikut melaksanakan, maka pahalanya akan mengalir kepada kita tanpa mengurangi pahala orang yang melaksanakannya sedikit pun. Apalagi jika kebaikan itu terus menyebar dan dilaksanakan oleh banyak orang, terus dan terus.

Begitu murahnya Allah memberikan balasan berlipat-lipat atas kebaikan yang telah kita ucapkan kepada orang lain, walau itu hanya sepatah kata. Jika kemudian Allah juga menuntut kita untuk melaksanakan kata-kata kita, itu bukan bermaksud untuk memberatkan, tapi untuk menunjukkan kepada kita bahwa apa pun yang keluar dari lisan kita akan dimintai pertanggungjawabannya.

Berbicara untuk kebaikan dan kemanfaatan akan mudah kita lakukan jika ini sudah menjadi kebiasaan.Tanpa diformat terlebih dahulu, semuanya akan mengalir dengan sendirinya. Mudah dan ringan. Tentu saja bagi yang belum terbiasa harus memformat awal semua kebaikan di dalam kepala dan hati kita, kemudian kita ingatkan diri kita untuk mengulanginya kembali, melaksanakan sedikit demi sedikit apa yang kita mampu, berulang-ulang, sampai kemudian menjadi kebiasaan yang keluar secara otomatis. Yang jelas memang butuh waktu dan proses. Dengan demikian gagasan-gagasan dan emosi yang tersimpan di kepala dan hati bisa kita keluarkan dengan lebih baik, tanpa menimbulkan kesia-siaan bagi diri kita juga bagi orang lain.

“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Sangat besar kemurkaan Allah atas apa yang kamu katakan tapi tidak kamu perbuat.” (ash shaff : 2-3).

Wallahu a’lam

Kinan Nasanti
naniks_22@yahoo.com

sumber: eramuslim, 04 Maret 2004

Jumat, 20 Oktober 2006

Dear Ukhti…

Sebaik2 perhiasan dunia adalah wanita sholehah. Dan "perkara yang pertama kali ditanyakan kepada seorang wanita pada hari kiamat nanti, adalah mengenai sholat lima waktu dan ketaatannya terhadap suami." (HR.Ibnu Hibbab dari Abu Hurairah)

Ukhti-ukhtiku,

Pagi ini aku membaca sebuah buku didalamnya terdapat 10 wasiat Rasulullah kepada putrinya Fathimah binti Rasulillah.

Sepuluh wasiat yang beliau sampaikan merupakan mutiara yang termahal nilainya, bila kemudian dimiliki oleh setiap istri sholehah. Wasiat tersebut adalah:

1. Ya Fathimah, kepada wanita yang membuat tepung untuk suami dan anak-anaknya, Allah pasti akan menetapkan kebaikan baginya dari setiap biji gandum, melebur kejelekan dan meningkatkan derajat wanita itu.

2. Ya Fathimah, kepada wanita yang berkeringat ketika menumbuk tepung untuk suami dan anak-anaknya, niscaya Allah menjadikan dirinya dengan neraka tujuh tabir pemisah.

3. Ya Fathimah, tiadalah seorang yang meminyaki rambut anak-anaknya lalu menyisirnya dan mencuci pakaiannya, melainkan Allah akan menetapkan pahala baginya seperti pahala memberi makan seribu orang yang kelaparan dan memberi pakaian seribu orang yang telanjang.

4. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang menahan kebutuhan tetangganya, melainkan Allah akan menahannya dari minum telaga kautsar pada hari kiamat nanti.

5. Ya Fathimah, yang lebih utama dari seluruh keutamaan di atas adalah keridhoaan suami terhadap istri. Andaikata suamimu tidak ridho kepadamu, maka aku tidak akan mendoakanmu. Ketahuilah wahai Fathimah, kemarahan suami adalah kemurkaan Allah.

6. Ya Fathimah, apabila wanita mengandung, maka malaikat memohonkan ampunan baginya, dan Allah menetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan serta melebur seribu kejelekan. Ketika wanita merasa sakit akan melahirkan, Allah menetapkan pahala baginya sama dengan pahala para pejuang di jalan Allah. Jika dia melahirkan kandungannya, maka bersihlah dosa-dosanya seperti ketika dia dilahirkan dari kandungan ibunya. Bila meninggal ketika melahirkan, maka dia tidak akan membawa dosa sedikitpun. Didalam kubur akan mendapat pertamanan indah yang merupakan bagian dari taman sorga. Dan Allah memberikan pahala kepadanya sama dengan pahala seribu orang yang melaksanakan ibadah haji dan umrah, dan seribu malaikat memohonkan ampunan baginya hingga hari kiamat.

7. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang melayani suami selama sehari semalam dengan rasa senang serta ikhlas, melainkan Allah mengampuni dosa-dosanya serta memakaikan pakaian padanya di hari kiamat berupa pakaian yang serba hijau, dan menetapkan baginya setiap rambut pada tubuhnya seribu kebaikan. Dan Allah memberikan kepadanya pahala seratus kali beribadah haji dan umrah.

8. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang tersenyum di hadapan suami, melainkan Allah memandangnya dengan pandangan penuh kasih.

9. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang membentangkan alas tidur untuk suami dengan rasa senang hati, melainkan para malaikat yang memanggil dari langit menyeru wanita itu agar menyaksikan pahala amalnya, dan Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang.

10. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang meminyaki kepala suami dan menyisirnya, meminyaki jenggot dan memotong kumisnya, serta memotong kukunya, melainkan Allah memberi minuman arak yang dikemas indah kepadanya yang didatangkan dari sungai-sungai sorga. Allah mempermudah sakaratul-maut baginya, serta kuburnya menjadi bagian dari taman sorga. Dan Allah menetapkan baginya bebas dari siksa neraka serta dapat melintasi shirathal-mustaqim dengan selamat.

Begitu indah menjadi wanita, dengan kelembutan dan kasihnya dapat merubah dunia.

Begitu indah menjadi istri. Setiap perbuatannya merupakan pahala. Lakukan dengan ikhlas karena Insya Allah dunia akhirat ada ditanganmu.

Jadilah diri-dirimu menjadi wanita sholehah agar negeri menjadi indah, karena dirimu adalah tiang negeri ini.

Ukhti-ukhtiku yang kucintai karena Allah, semoga Allah yang Maha baik menjadikanmu wanita dan istri sholehah, membantu dan membimbing kita untuk tetap dijalanNya, Amiin.

sumber: eramuslim, 10 Desember 2003

Senin, 25 September 2006

Keutamaan 10 Hari Pertama Bulan DZULHIJJAH Dan Amalan Yang Disyariatkan

Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin


Segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, Nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan segenap sahabatnya.

KEUTAMAAN 10 HARI YANG PERTAMA BULAN DZUL HIJJAH

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Rahimahullah, dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'Anhuma bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
Artinya :
"Tidak ada hari dimana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini, yaitu : Sepuluh hari dari bulan Dzul Hijjah. Mereka bertanya : Ya Rasulullah, tidak juga jihad fi sabilillah ?. Beliau menjawab : Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun".

Imam Ahmad, Rahimahullah, meriwayatkan dari Umar Radhiyallahu 'Anhuma, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
Artinya :
"Tidak ada hari yang paling agung dan amat dicintai Allah untuk berbuat kebajikan di dalamnya daripada sepuluh hari (Dzul Hijjah) ini. Maka perbanyaklah pada saat itu tahlil, takbir dan tahmid".

MACAM-MACAM AMALAN YANG DISYARIATKAN

1. Melaksanakan Ibadah Haji dan Umrah

Amal ini adalah amal yang paling utama, berdasarkan berbagai hadits shahih yang menunjukkan keutamaannya, antara lain : sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :
Artinya :
"Dari umrah ke umrah adalah tebusan (dosa-dosa yang dikerjakan) di antara keduanya, dan haji yang mabrur balasannya tiada lain adalah Surga".

2. Berpuasa selama hari-hari tersebut, atau pada sebagiannya, terutama pada hari Arafah

Tidak disangsikan lagi bahwa puasa adalah jenis amalan yang paling utama, dan yang dipilih Allah untuk diri-Nya. Disebutkan dalam hadist Qudsi :
Artinya :
"Puasa ini adalah untuk-Ku, dan Aku lah yang akan membalasnya. Sungguh dia telah meninggalkan syahwat, makanan dan minumannya semata-mata karena Aku".

Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
Artinya :
"Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah melainkan Allah pasti menjauhkan dirinya dengan puasanya itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun". (Hadits Muttafaq 'Alaih).

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qatadah Rahimahullah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
Artinya :
"Berpuasa pada hari Arafah karena mengharap pahala dari Allah melebur dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya".

3. Takbir dan Dzikir pada Hari-hari Tersebut

Sebagaimana firman Allah Ta'ala.
Artinya :
".... dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan ...".
(Al-Hajj : 28).

Para ahli tafsir menafsirkannya dengan sepuluh hari dari bulan Dzul Hijjah. Karena itu, para ulama menganjurkan untuk memperbanyak dzikir pada hari-hari tersebut, berdasarkan hadits dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma.
Artinya :
"Maka perbanyaklah pada hari-hari itu tahlil, takbir dan tahmid". (Hadits Riwayat Ahmad).

Imam Bukhari Rahimahullah menuturkan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhum keluar ke pasar pada sepuluh hari tersebut seraya mengumandangkan takbir lalu orang-orang pun mengikuti takbirnya. Dan Ishaq, Rahimahullah, meriwayatkan dari fuqaha', tabiin bahwa pada hari-hari ini mengucapkan :

"Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha Ilallah, wa-Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamdu"

Artinya :
"Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tidak ada Ilah (Sembahan) Yang Haq selain Allah. Dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji hanya bagi Allah".

Dianjurkan untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika berada di pasar, rumah, jalan, masjid dan lain-lainnya. Sebagaimana firman Allah.
Artinya :
"Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu ...".
(Al-Baqarah : 185)

Tidak dibolehkan mengumandangkan takbir bersama-sama, yaitu dengan berkumpul pada suatu majlis dan mengucapkannya dengan satu suara (koor). Hal ini tidak pernah dilakukan oleh para Salaf. Yang menurut sunnah adalah masing-masing orang bertakbir sendiri-sendiri. Ini berlaku pada semua dzikir dan do'a, kecuali karena tidak mengerti sehingga ia harus belajar dengan mengikuti orang lain.

Dan diperbolehkan berdzikir dengan yang mudah-mudah. Seperti : takbir, tasbih dan do'a-do'a lainnya yang disyariatkan.

4. Taubat serta Meninggalkan Segala Maksiat dan Dosa

Sehingga akan mendapatkan ampunan dan rahmat. Maksiat adalah penyebab terjauhkan dan terusirnya hamba dari Allah, dan keta'atan adalah penyebab dekat dan cinta kasih Allah kepadanya.

Disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
Artinya :
"Sesungguhnya Allah itu cemburu, dan kecemburuan Allah itu manakala seorang hamba melakukan apa yang diharamkan Allah terhadapnya" (Hadits Muttafaq 'Alaihi).

5. Banyak Beramal Shalih

Berupa ibadah sunat seperti : shalat, sedekah, jihad, membaca Al-Qur'an, amar ma'ruf nahi munkar dan lain sebagainya. Sebab amalan-amalan tersebut pada hari itu dilipatgandakan pahalanya. Bahkan amal ibadah yang tidak utama bila dilakukan pada hari itu akan menjadi lebih utama dan dicintai Allah daripada amal ibadah pada hari lainnya meskipun merupakan amal ibadah yang utama, sekalipun jihad yang merupakan amal ibadah yang amat utama, kecuali jihad orang yang tidak kembali dengan harta dan jiwanya.

6. Disyariatkan pada Hari-hari itu Takbir Muthlaq

Yaitu pada setiap saat, siang ataupun malam sampai shalat Ied. Dan disyariatkan pula takbir muqayyad, yaitu yang dilakukan setiap selesai shalat fardhu yang dilaksanakan dengan berjama'ah ; bagi selain jama'ah haji dimulai dari sejak Zhuhur hari raya Qurban terus berlangsung hingga shalat Ashar pada hari Tasyriq.

7. Berkurban pada Hari Raya Qurban dan Hari-hari Tasyriq

Hal ini adalah sunnah Nabi Ibrahim 'Alaihissalam, yakni ketika Allah Ta'ala menebus putranya dengan sembelihan yang agung. Diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Artinya :
"Berkurban dengan menyembelih dua ekor domba jantan berwarna putih dan bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelihnya dengan menyebut nama Allah dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di sisi tubuh domba itu". (Muttafaq 'Alaihi).

8. Dilarang Mencabut atau Memotong Rambut dan Kuku bagi orang yang hendak Berkurban

Diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya, dari Ummu Salamah Radhiyallhu 'Anha bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
Artinya :
"Jika kamu melihat hilal bulan Dzul Hijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berkurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya".

Dalam riwayat lain : "Maka janganlah ia mengambil sesuatu dari rambut atau kukunya sehingga ia berkurban".

Hal ini, mungkin, untuk menyerupai orang yang menunaikan ibadah haji yang menuntun hewan kurbannya.
Firman Allah.
Artinya :
" ..... dan jangan kamu mencukur (rambut) kepalamu, sebelum kurban sampai di tempat penyembelihan...".
(Al-Baqarah : 196)

Larangan ini, menurut zhahirnya, hanya dikhususkan bagi orang yang berkurban saja, tidak termasuk istri dan anak-anaknya, kecuali jika masing-masing dari mereka berkurban. Dan diperbolehkan membasahi rambut serta menggosoknya, meskipun terdapat beberapa rambutnya yang rontok.

9. Melaksanakan Shalat Iedul Adha dan mendengarkan Khutbahnya

Setiap muslim hendaknya memahami hikmah disyariatkannya hari raya ini. Hari ini adalah hari bersyukur dan beramal kebajikan. Maka janganlah dijadikan sebagai hari keangkuhan dan kesombongan ; janganlah dijadikan kesempatan bermaksiat dan bergelimang dalam kemungkaran seperti ; nyanyi-nyanyian, main judi, mabuk-mabukan dan sejenisnya. Hal mana akan menyebabkan terhapusnya amal kebajikan yang dilakukan selama sepuluh hari.

10. Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas

Hendaknya setiap muslim dan muslimah mengisi hari-hari ini dengan melakukan ketaatan, dzikir dan syukur kepada Allah, melaksanakan segala kewajiban dan menjauhi segala larangan ; memanfaatkan kesempatan ini dan berusaha memperoleh kemurahan Allah agar mendapat ridha-Nya.

Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya dan menunjuki kita kepada jalan yang lurus. Dan shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad, kepada keluarga dan para sahabatnya.

Disalin dari Brosur Yayasan Al-Sofwa,

Kamis, 21 September 2006

Bening Hati Berbalas Surga

Bening Hati Berbalas Surga

Suatu hari, Rasulullah sedang duduk di masjid dikelilingi para sahabat. Beliau tengah mengajarkan ayat-ayat Qur’an. Tiba-tiba Rasulullah berhenti sejenak dan berkata,”Akan hadir diantara kalian seorang calon penghuni surga”. Para sahabat pun bertanya-tanya dalam hati, siapakah orang istimewa yang dimaksud Rasulullah ini?. Dengan antusias mereka menunggu kedatangan orang tersebut. Semua mata memandang ke arah pintu.

Tak berapa lama kemudian, seorang laki-laki melenggang masuk masjid. Para sahabat heran, inikah orang yang dimaksud Rasulullah? Dia tak lebih dari seorang laki-laki dari kaum kebanyakan. Dia tidak termasuk di antara sahabat utama. Dia juga bukan dari golongan tokoh Quraisy. Bahkan, tak banyak yang mengenalnya. Pun, sejauh ini tak terdengar keistimewaan dia.

Ternyata, kejadian ini berulang sampai tiga kali pada hari-hari selanjutnya. Tiap kali Rasulullah berkata akan hadir di antara kalian seorang calon penghuni surga, laki-laki tersebutlah yang kemudian muncul.

Maka para sahabat pun menjadi yakin, bahwa memang laki-laki itulah yang dimaksud Rasulullah. Mereka juga menjadi semakin penasaran, amalan istimewa apakah yang dimiliki laki-laki ini hingga Rasulullah menjulukinya sebagai calon penghuni surga?

Akhirnya, para sahabat pun sepakat mengutus salah seorang di antara mereka untuk mengamati keseharian laki-laki ini. Maka pada suatu hari, sahabat yang diutus ini menyatakan keinginannya untuk bermalam di rumah laki-laki tersebut. Si laki-laki calon penghuni surga mempersilakannya.

Selama tinggal di rumah laki-laki tersebut, si sahabat terus-menerus mengikuti kegiatan si laki-laki calon penghuni surga. Saat si laki-laki makan, si sahabat ikut makan. Saat si sahabat mengerjakan pekerjaan rumah, si sahabat menunggui. Tapi ternyata seluruh kegiatannya biasa saja. “Oh, mungkin ibadah malam harinya sangat bagus,” pikirnya. Tapi ketika malam tiba, si laki-laki pun bersikap biasa saja. Dia mengerjakan ibadah wajib sebagaimana biasa. Dia membaca Qur’an dan mengerjakan ibadah sunnah, namun tak banyak. Ketika tiba waktunya tidur, dia pun tidur dan baru bangun ketika azan subuh berkumandang.

Sungguh, si sahabat heran, karena ia tak jua menemukan sesuatu yang istimewa dari laki-laki ini. Tiga malam sang sahabat bersama sang calon penghuni surga, tetapi semua tetap berlangsung biasa. Apa adanya.

Akhirnya, sahabat itu pun pun berterus terang akan maksudnya bermalam. Dia bercerita tentang pernyataan Rasulullah. Kemudian dia bertanya,“Wahai kawan, sesungguhnya amalan istimewa apakah yang kau lakukan sehingga kau disebut salh satu calon penghuni surga oleh Rasulullah? Tolong beritahu aku agar aku dapat mencontohmu”.

Si laki-laki menjawab,” Wahai sahabat, seperti yang kau lihat dalam kehidupan sehari-hariku. Aku adalah seorang muslim biasa dengan amalan biasa pula. Namun da satu kebiasaanku yang bisa kuberitahukan padamu.

Setiap menjelang tidur, aku berusaha membersihkan hatiku. Kumaafkan orang-orang yang menyakitiku dan ubuang semua iri, dengki, dendam dan perasaaan buruk epada semua saudaraku sesama muslim. Hingga aku tidur dengan tenang dan hati bersih serta ikhlas. Barangkali itulah yang menyebabkan Rasulullah menjuluki demikian.”

Mendengar penjelasan itu, wajah sang sahabat menjadi erseri-seri. “Terima kasih kawan atas hikmah yang kau berikan. Aku akan memberitahu para sahabat mengenai hal ini”. Sang sahabat pun pamit dengan membawa pelajaran berharga.


Azimah Rahayu / Sumber: eramuslim, 30 September 2003

Selasa, 25 Juli 2006

Masalah Puasa

Masalah Puasa

1. Definisi puasa: Secara bahasa, puasa berarti menahan. Secara istilah, puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbitnya fajar kedua (shadiq) hingga terbenamnya matahari dengan sengaja (niat).

2. Hukum puasa: Segenap umat Islam sepakat bahwa hukum puasa adalah wajib. Barangsiapa berbuka pada bulan Ramadhan tanpa udzur maka dia telah melakukan suatu dosa besar.

3. Keutamaan puasa:

a. Allah mengkhususkan puasa untuk DiriNya, memberi pahala dan melipatgandakannya tanpa hisab.

b. Doa orang yang puasa tidak ditolak.

c. Orang yang puasa memiliki dua kegembiraan, ketika berbuka dan ketika bertemu dengan Rabb-Nya.

d. Puasa memberikan syafa'at kepada pelakunya pada hari Kiamat.

e. Bau mulut orang yang puasa lebih wangi di sisi Allah daripada wangi minyak kesturi.

f. Puasa adalah tameng (dari kemaksiatan) serta benteng dari Neraka.

g. Barang-siapa puasa sehari di jalan Allah maka Allah akan menjauhkan dirinya dari Neraka sejauh 70 tahun.

h. Di Surga terdapat pintu Ar-Rayyan, tempat masuknya orang yang suka berpuasa, dan tidak boleh masuk orang-orang selain mereka.
Adapun puasa Ramadhan secara khusus adalah merupakan rukun Islam, bulan saat diturunkannya Al-Qur'an, di dalamnya terdapat Lailatul Qadar, bila telah masuk Ramadhan segenap pintu Surga dibuka, pintu-pintu Jahannam ditutup serta setan-setan dibelenggu.

4. Manfaat puasa: Puasa memiliki manfaat yang banyak sekali. Dan paling penting adalah puasa menjadikan seseorang lebih bertakwa. Lalu puasa dapat mengusir setan, membunuh syahwat, mendidik keinginan untuk senantiasa menjauhi hawa nafsu dan maksiat, membiasakan disiplin, tepat waktu serta merupakan saat permakluman kesatuan umat Islam.

5. Adab dan sunnah puasa:

a. Makan sahur dan mengakhirkannya.

b. Menyegerakan berbuka, dan ketika selesai berbuka membaca:
"Telah hilang dahaga, dan telah basah urat nadi serta telah tetap pahalanya, jika Allah menghendaki."

c. Menjauhi rafats, yakni terjerumus ke dalam perbuatan maksiat.

d. Termasuk yang menghilangkan kebaikan dan mendatangkan keburukan yaitu sibuk dengan kartu, sinetron, film, festifal, nongkrong dan permainan di jalanan dan semacamnya.

e. Tidak mengkonsumsi makanan maupun minuman secara berlebihan.

f. Dermawan dengan ilmu, harta, jabatan, akhlak dan anggota badan. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salam adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan.

g. Menyiapkan jiwa dan fisik untuk ibadah, segera bertaubat, bersuka cita dengan masuknya bulan Ramadhan, puasa dengan sungguh-sungguh, khusyu' dalam tarawih, tetap bersungguh-sungguh ibadah di pertengahan Ramadhan hingga akhir, berusaha mendapatkan Lailatul Qadar, memperbanyak sedekah, i'tikaf dan berbagai kebajikan lainnya.

6. Hukum-hukum puasa:

a. Di antara jenis puasa ada yang wajib dilakukan secara sekaligus (berurutan), seperti puasa Ramadhan, puasa kaffarat (denda) karena membunuh secara tidak sengaja, karena kaffarat zhihar , dan puasa kaffarat karena bersenggama di siang hari bulan Ramadhan dsb.

b. Puasa yang tidak wajib dilakukan secara sekaligus (berurutan), seperti qadha' puasa Ramadhan, puasa sepuluh hari bagi orang haji yang tidak mendapatkan hewan hadyu (sembelihan) dsb.

c. Puasa sunnah dapat menyempurnakan puasa wajib.

d. Dilarang mengkhususkan hari Jum'at untuk berpuasa, juga hari Sabtu, puasa sepanjang tahun, menyambung puasa (tidak berbuka), dan diharamkan pula puasa pada dua hari Raya dan pada hari-hari tasyriq (11,12,13 Dzul Hijjah).

7. Masuknya bulan Ramadhan: Permulaan bulan puasa ditentukan dengan melihat bulan (ru'yatul hilal), atau dengan menyempurnakan bulan Sya'ban menjadi 30 hari. Adapun mendasarkannya pada hisab maka hukumnya adalah bid'ah.

8. Kewajiban puasa:

a. Puasa diwajibkan atas setiap muslim yang baligh, berakal, mukim (tidak musafir), mampu, dan bebas dari berbagai halangan, seperti haid dan nifas.

b. Anak yang berusia 7 tahun dianjurkan berpuasa jika mampu, dan sebagian ahli ilmu berpendapat agar dipukul anak usia 10 tahun yang tidak berpuasa, sebagaimana dalam masalah shalat.

c. Jika ada orang kafir masuk Islam atau anak mencapai usia baligh atau orang gila menjadi sadar pada siang hari maka mereka harus menahan diri (dari makan dan minum) pada sisa harinya, namun mereka tidak wajib mengqadha' hari-hari yang ia tidak berpuasa karenanya.

d. Orang gila bebas dari kewajiban puasa. Jika kadang-kadang gila dan kadang-kadang sadar maka ia wajib puasa saat sadar, demikian pula hukumnya dengan orang yang kesurupan.

e. Orang yang meninggal di pertengahan bulan Ramadhan maka tidak ada kewajiban baginya, juga tidak bagi walinya untuk mengqadha' sisa hari-hari puasanya.

f. Orang yang tidak mengetahui wajibnya puasa pada bulan Ramadhan atau tidak mengetahui diharamkannya makanan atau bersenggama di siang hari bulan Ramadhan maka menurut jumhur (mayoritas) ulama ia diterima alasannya (ma'dzur), dengan catatan ma'dzur pula orang lain yang seperti dirinya. Adapun orang yang hidup di tengah kaum muslimin dan memungkinkan baginya untuk bertanya atau belajar maka dia tidak termasuk orang yang ma'dzur.

9. Puasa musafir (orang yang bepergian):

a. Dibolehkan bagi musafir untuk berbuka dengan syarat; mencapai jarak tempuh minimal safar (bepergian) atau menurut umumnya, perjalanan yang dilakukannya disebut safar, lalu safar yang dilakukannya bukan untuk tujuan maksiat dan bukan sebagai siasat agar bisa berbuka.

b. Menurut kesepakatan umat, seorang musafir boleh berbuka, baik ia mampu melanjutkan puasanya atau tidak, atau berat baginya puasa maupun tidak.

c. Orang yang hendak bepergian di bulan Ramadhan tidak boleh meniatkan berbuka kecuali ia telah berangkat, dan ia tidak boleh berbuka kecuali setelah keluar dan meninggalkan kampungnya.

d. Jika matahari telah terbenam lalu ia berbuka saat di darat, kemudian ketika pesawat telah jauh terbang meninggi ia melihat matahari maka tidak wajib baginya menahan diri dari makan minum, sebab ia telah menyempurnakan puasanya pada hari itu.

e. Orang musafir yang sampai di suatu negeri/ daerah lalu dia berniat tinggal di sana lebih dari empat hari maka ia wajib berpuasa, demikian menurut mayoritas ahli ilmu.

f. Jika seseorang berpuasa di suatu negeri, lalu ia pergi ke negeri lain yang berpuasa sehari sebelum atau sesudah negerinya, maka hukum orang itu adalah sama dengan negeri tujuannya (dalam berbuka, idul fithri dsb).

10. Puasa orang sakit:

a. Sesuatu yang ringan, seperti batuk atau pusing tidak boleh menjadikan seseorang membatalkan puasanya. Tetapi jika menurut pemeriksaan dokter atau menurut kebiasaan, sakit tersebut makin berbahaya atau membuat lama sembuhnya jika yang bersangkutan puasa maka boleh baginya berbuka, bahkan makruh baginya berpuasa.

b. Jika puasa menyebabkannya pingsan maka dibolehkan baginya berbuka tapi wajib mengqadha'. Jika dia pingsan di tengah hari lalu sadar sebelum terbenam matahari atau sesudahnya maka puasanya sah, jika masih dalam keadaan puasa. Namun jika pingsannya tersebut sejak fajar hingga terbenam matahari (Maghrib) maka menurut jumhur ulama puasanya batal. Sedangkan qadha' puasa karena pingsan adalah wajib.

c. Barangsiapa diserang lapar atau haus yang sangat sehingga ditakutkan membinasakan dirinya atau diduga kuat membuat tidak berfungsinya sebagian inderanya maka ia boleh berbuka lalu mengqadhanya.

d. Para pekerja berat tidak boleh berbuka puasa. Tetapi jika meninggalkan kerja membahayakan dirinya, dan ia takut binasa di tengah hari maka boleh baginya berbuka lalu mengqadhanya. Adapun ujian di sekolah atau di universitas maka hal itu bukanlah suatu udzur (alasan) untuk boleh berbuka puasa.

e. Orang sakit yang diharapkan sembuhnya maka setelah sembuh ia harus mengqadha puasanya dan tidak boleh menggantinya dengan fidyah (memberi makanan). Adapun orang sakit yang tidak ada harapan sembuh, demikian pula dengan orang yang tua renta, maka tiap harinya dia memberi makan satu orang miskin sebanyak setengah sha' (kurang lebih 1,25 kg.) dari makanan pokok negerinya (seperti beras).

f. Orang yang sakit lalu sembuh dan memungkinkan baginya untuk mengqadha, tetapi belum dilakukannya sampai ia meninggal dunia maka harus dikeluarkan dari sebagian hartanya untuk memberi makan orang miskin dengan hitungan sebanyak hari yang ditinggalkannya. Jika salah seorang kerabatnya berpuasa untuknya, maka hal itu dibolehkan.

11. Puasa orang lanjut usia yang lemah:

a. Wanita tua renta dan kakek lemah yang tak mempunyai kekuatan tidak wajib berpuasa. Mereka boleh berbuka selama tak mampu berpuasa, tetapi wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan setiap harinya satu orang miskin kurang lebih 1,25 kg makanan pokok negerinya. Adapun orang tua yang tak bisa membedakan lagi dan telah pikun, maka tidak wajib baginya atau bagi keluarganya sesuatu apapun, karena tidak ada taklif atasnya (pembebanan syariat).

b. Barangsiapa memerangi musuh atau ada musuh yang mengepung negerinya, sedang puasa bisa melemahkannya dari musuh, maka ia boleh berbuka meskipun tanpa safar, demikian pula jika ia memerlukan berbuka sebelum berperang, maka hal itu dibolehkan.

c. Barangsiapa sebab berbukanya karena sesuatu yang tampak, seperti sakit maka boleh baginya berbuka dengan menampakkannya pula. Dan barangsiapa yang sebab berbukanya adalah sesuatu yang tersembunyi, seperti haid maka lebih utama baginya untuk berbuka secara sembunyi-sembunyi karena ditakutkan adanya prasangka buruk atasnya.

12. Niat puasa:

a. Niat disyaratkan dalam puasa Ramadhan, juga puasa wajib lainnya seperti puasa qadha' dan kaffarat. Dan hendaknya niat itu dilakukan di malam hari, meskipun beberapa saat sebelum terbitnya fajar. Niat adalah keinginan hati untuk melakukan suatu perbuatan tanpa diikuti dengan ucapan. Orang yang berpuasa Ramadhan tidak perlu memperbaharui niatnya setiap malam Ramadhan, tetapi cukup baginya niat puasa Ramadhan (sebulan) ketika telah masuk bulan Ramadhan.

b. Puasa sunnah mutlak tidak disyaratkan niat sejak malam hari. Adapun puasa sunnah tertentu (puasa Arafah misalnya), maka yang lebih hati-hati adalah hendaknya diniatkan sejak malam hari.

13. Barangsiapa melakukan puasa wajib seperti puasa qadha', nadzar dan kaffarat maka ia harus menyempurnakan puasanya dan tidak boleh berbuka tanpa udzur. Sedangkan orang yang puasa sunnah, maka jika dia menghendaki boleh berbuka, meskipun tanpa udzur.

14. a. Orang yang tidak mengetahui telah masuknya bulan Ramadhan kecuali setelah terbit fajar maka hendaknya ia menahan dari makan dan minum pada hari itu, lalu mengqadha'nya pada hari lain. Demikian menurut jumhur (mayoritas) ulama.
b. Orang yang dipenjara atau ditawan, jika mengetahui masuknya bulan Ramadhan dengan menyaksikan atau mendengar berita dari orang yang terpercaya maka ia wajib berpuasa. Jika tidak, maka hendaknya ia berijtihad sendiri dan melakukan apa yang paling kuat menurut dugaannya.

15. Berbuka dan menahan diri (puasa):

a. Bila seluruh matahari telah tenggelam maka itulah waktu berbuka bagi orang yang puasa. Dan tidak ada pengaruhnya warna merah yang masih tampak di ufuk.

b. Jika fajar telah terbit, maka orang yang berpuasa wajib menahan diri (dari makan dan minum serta yang membatalkan puasa) seketika, baik mendengar adzan atau tidak. Adapun menahan diri -sebagai bentuk kehati-hatian- sebelum fajar sekitar 10 menit (padahal masih membutuhkan makan dan minum) maka hal itu tidak dibenarkan.

c. Negeri yang malam dan siangnya sepanjang 24 jam maka bagi umat Islam di dalamnya wajib berpuasa, meskipun siangnya lebih lama dari malamnya.

16. Yang membatalkan puasa:

a. Seseorang yang membatalkan puasanya -selain karena haid dan nifas- tidak dikatakan membatalkan puasanya kecuali dengan tiga syarat;

1. Hendaknya dalam keadaan mengerti, tidak bodoh;

2. Dalam keadaan ingat, bukan sedang lupa;

3. Dengan keinginan sendiri, bukan dipaksa. Adapun yang termasuk pembatal puasa adalah bersetubuh, sengaja muntah, ihtijam (bekam) serta makan dan minum dengan sengaja.

b. Termasuk pembatal puasa yang semakna dengan makan dan minum adalah obat-obatan atau serbuk yang ditelan melalui mulut, suntikan yang mengenyangkan, demikian juga transfusi darah. Adapun suntikan yang bukan merupakan pengganti makan atau minum, tetapi untuk pengobatan, maka hal itu tidak membahayakan puasa, membersihkan ginjal juga tidak membatalkan puasa. Dan menurut pendapat yang kuat, obat tetes mata dan telinga, mencopot gigi serta mengobati luka, tidaklah membatalkan puasa. Demikian pula dengan mengambil darah untuk diagnosa tidak membatalkan puasa. Obat tenggorokan selama tidak ditelan juga tidak membatalkan. Dan barangsiapa menambal giginya lalu mendapatkan rasa mint (sejuk) atau lainnya di tenggorokannya maka hal itu tidak membatalkan puasanya.

c. Barangsiapa makan atau minum dengan sengaja pada siang hari bulan Ramadhan tanpa udzur maka dia telah berbuat dosa besar, ia harus tobat dan mengqadha' (mengganti) puasanya.

d. Jika ia lupa lalu makan dan minum maka hendaknya ia tetap melanjutkan puasanya, karena itu merupakan karunia dari Allah. Jika melihat orang lain makan dan minum karena lupa maka ia harus mengingatkannya. d. Barangsiapa membutuh-kan berbuka untuk menolong orang yang mau binasa maka hendaknya ia berbuka dan mengqadha' puasanya.

17.

a. Barangsiapa menyetubuhi isterinya pada siang hari Ramadhan dengan sengaja dan tanpa dipaksa maka dia telah merusak puasanya. Ia wajib bertobat dan melanjutkan puasanya pada hari itu serta wajib mengqadha' dan membayar kaffarat mughallazhah (denda berat). Dan hal yang sama juga berlaku hukumnya pada orang yang berzina, melakukan homoseksual atau menyetubuhi binatang.

b. Jika ia berkeinginan menyetubuhi isterinya lalu berbuka terlebih dahulu dengan makan atau minum maka dosanya lebih besar, sebab dia telah mencemarkan kesucian Ramadhan dua kali, yakni dengan makan dan bersetubuh.

c. Seorang suami yang mencium, bermesraan, berpelukan, bersentuhan dan memandang berkali-kali terhadap isterinya, jika bisa mengendalikan nafsunya adalah dibolehkan, tetapi jika ia orang yang mudah terangsang birahinya maka hal itu tidak dibolehkan.
d. Jika ia sedang menyetubuhi isterinya tiba-tiba terbit fajar (terdengar adzan) maka ia harus segera menyudahinya. Puasanya tetap sah, meskipun ia mengeluarkan mani setelah menyudahinya. Jika ia masih tetap melanjutkannya padahal fajar telah terbit berarti ia telah berbuka, dan karenanya ia wajib tobat, mengqadha' puasanya dan membayar kaffarat mughallazhah.

18.

a. Jika pagi hari ia dalam keadaan junub, maka hal itu tidak membatalkan puasanya. Ia boleh mengakhirkan mandi dari junub, haid dan nifas hingga setelah terbit fajar, tetapi ia harus bersegera sehingga mendapatkan shalat Shubuh berjamaah.

b. Jika orang yang puasa mimpi dengan mengeluarkan mani maka hal itu tidak membatalkan puasanya menurut ijma' (kesepakatan) ulama, dan ia tetap wajib melanjutkan puasanya.

c. Barangsiapa yang mengeluarkan mani pada siang hari bulan Ramadhan dengan sesuatu yang mungkin dijaga, seperti menyentuh atau memandang yang berulang-ulang maka ia wajib bertobat kepada Allah dan menahan diri dari makan dan minum pada sisa harinya, lalu ia wajib mengqadhanya pada hari lain.

19.

a. Barangsiapa muntah tanpa sengaja maka tidak wajib mengqadha' puasanya, tetapi barangsiapa muntah dengan sengaja maka ia wajib mengqadha-nya. Adapun mengunyah permen karet manis atau ada rasa lain maka mengunyahnya adalah haram. Jika ada sesuatu yang masuk ke tenggorokan karenanya maka batal puasanya. Adapun dahak atau ingus, jika ia telan sebelum sampai di mulut maka tidaklah membatalkan puasa, jika ia telan setelah sampai di mulut maka menjadi batal puasanya. Adapun mencicipi makanan tanpa diperlukan hukumnya makruh.

20. Siwak hukumnya sunnah bagi orang yang puasa pada sepanjang siang hari.

21. Sesuatu yang terjadi pada orang puasa seperti luka, mimisan, masuknya air atau cairan lain ke tenggorokannya tanpa ia sengaja maka hal itu tidak merusak puasa. Demikian pula halnya meminyaki rambut atau kumis, atau mencium wangi-wangian.

22. Merokok adalah salah satu yang membatalkan puasa. Dan ia tidak boleh menjadi sebab sehingga seseorang meninggalkan puasa.

23. Berendam di dalam air atau berselimut dengan kain yang dibasahi untuk mendapatkan kesejukan tidaklah mengapa bagi orang yang berpuasa.

24. Jika seseorang makan, minum atau menyetubuhi isterinya karena mengira waktu masih malam, tetapi ternyata telah terbit fajar maka ia tidak berdosa dan tetap melanjutkan puasanya.

25. Jika ia berbuka karena mengira matahari telah tenggelam padahal belum, maka menurut jumhur ulama ia wajib mengqadha puasanya.

26. Jika telah terbit fajar sedang di mulutnya masih ada makanan atau minuman maka para fuqaha sepakat bahwa ia harus memuntahkannya dan puasanya sah.

27. Hukum puasa wanita:

a. Jika wanita melihat lendir putih dan dia tahu bahwa ia telah suci maka ia wajib meniatkan puasa sejak malam. Jika ia tidak mengetahui tentang status kesuciannya maka hendaknya ia mengusapnya dengan kapas atau sejenisnya. Jika kapas itu dikeluarkan dalam keadaan bersih maka ia berpuasa. Dan seorang wanita yang haid atau nifas, jika darahnya berhenti pada malam hari lalu niat puasa, kemudian terbit fajar sebelum ia mandi maka menurut segenap ulama, puasanya adalah sah.

b. Wanita yang mengetahui bahwa kebiasaan haidnya adalah besok misalnya, maka ia tetap harus dalam niat puasa, dan tidak boleh berbuka sampai ia melihat ada darah.

c. Yang paling utama bagi wanita haid adalah menerima sunnatullah pada dirinya, ridha dengannya dan tidak mencari jalan untuk menghentikan haid pada bulan Ramadhan.

d. Jika wanita hamil keguguran, dan janinnya telah berbentuk maka ia dalam keadaan nifas dan tidak boleh berpuasa. Jika belum berbentuk maka ia adalah darah istihadhah (penyakit) dan wajib berpuasa jika ia mampu. Orang yang nifas jika telah suci sebelum 40 hari maka ia harus puasa dan mandi untuk shalat. Dan jika lebih dari 40 hari maka ia niat puasa dan mandi serta darah yang keluar dianggap darah istihadhah.

e. Pendapat yang kuat adalah mengqiyaskan orang hamil dan menyusui dengan orang sakit. Keduanya boleh berbuka dan tidak ada kewajiban lain selain qadha, baik tidak puasa karena takut terhadap dirinya atau terhadap anak yang dikandungnya.

f. Perempuan yang wajib puasa jika disetubuhi oleh suaminya pada siang hari Ramadhan dengan kerelaannya maka hukum baginya adalah sama dengan hukum suaminya.Tetapi jika ia dipaksa maka ia harus berusaha menolaknya, dan ia tidak wajib membayar kaffarat karenanya.

(Dinukil dari 70 Mas'alatan fish Shiyam, Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid).

Kamis, 13 Juli 2006

Bagaimana menghapal Al-Quran Al-Kariim?

Oleh : Ummu Abdillah & Ummu Maryam


Sebagai seorang mukmin, kita tentunya berkeinginan untuk dapat menghafal Al-Quran dan setiap kita pasti memimpikan agar dapat melahirkan anak-anak yang hafal Al-Quran (hafidz/hafidzah). Berikut ini ada beberapa cara/kaidah dasar untuk memudahkan menghafal, di antaranya:

1. Mengikhlaskan niat hanya untuk Allah Azza wa Jalla.

Memperbaiki tujuan dan bersungguh-sungguh menghafal Al-Quran hanya karena Allah Subhanahu wa Ta`ala serta untuk mendapatkan syurga dan keridhaan-Nya. Tidak ada pahala bagi siapa saja yang membaca Al-Quran dan menghafalnya karena tujuan keduniaan, karena riya atau sumah (ingin didengar orang), dan perbuatan seperti ini jelas menjerumuskan pelakunya kepada dosa.

2. Dorongan dari diri sendiri, bukan karena terpaksa.

Ini adalah asas bagi setiap orang yang berusaha untuk menghafal Al-Quran. Sesungguhnya siapa yang mencari kelezatan dan kebahagiaan ketika membaca Al-Quran maka dia akan mendapatkannya.

3. Membenarkan ucapan dan bacaan.

Hal ini tidak akan tercapai kecuali dengan mendengarkan dari orang yang baik bacaan Al-Qurannya atau dari orang yang hafal Al-Quran. Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam sendiri mengambil/belajar Al-Quran dari Jibril alaihis salam secara lisan. Setahun sekali pada bulan Ramadhan secara rutin Jibril alaihis salam menemui beliau untuk murajaah hafalan beliau. Pada tahun Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam diwafatkan, Jibril menemui beliau sampai dua kali.

Para shahabat radliallahu `anhum juga belajar Al-Quran dari Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam secara lisan demikian pula generasi-generasi terbaik setelah mereka. Pada masa sekarang dapat dibantu dengan mendengarkan kaset-kaset murattal yang dibaca oleh qari yang baik dan bagus bacaannya. Wajib bagi penghafal Al-Quran untuk tidak menyandarkan kepada dirinya sendiri dalam hal bacaan Al-Quran dan tajwidnya.

4. Membuat target hafalan setiap hari.

Misalnya menargetkan sepuluh ayat setiap hari atau satu halaman, satu hizb, seperempat hizb atau bisa ditambah/dikurangi dari target tersebut sesuai dengan kemampuan. Yang jelas target yang telah ditetapkan sebisa mungkin untuk dipenuhi.

5. Membaguskan hafalan.

Tidak boleh beralih hafalan sebelum mendapat hafalan yang sempurna. Hal ini dimaksudkan untuk memantapkan hafalan di hati. Dan yang demikian dapat dibantu dengan mempraktekkannya dalam setiap kesibukan sepanjang siang dan malam.

6. Menghafal dengan satu mushaf.

Hal ini dikarenakan manusia dapat menghafal dengan melihat sebagaimana bisa menghafal dengan mendengar.

Dengan membaca/melihat akan terbekas dalam hati bentuk-bentuk ayat dan tempat-tempatnya dalam mushaf.

Bila orang yang menghafal Al-Quran itu merubah/mengganti mushaf yang biasa ia menghafal dengannya maka hafalannya pun akan berbeda-beda pula dan ini akan mempersulit dirinya.

7. Memahami adalah salah satu jalan untuk menghafal.

Di antara hal-hal yang paling besar/dominan yang dapat membantu untuk menghafal Al-Quran adalah dengan memahami ayat-ayat yang dihafalkan dan juga mengenal segi-segi keterkaitan antara ayat yang satu dengan ayat yang lainnya.

Oleh sebab itu seharusnyalah bagi penghafal Al-Quran untuk membaca tafsir dari ayat-ayat yang dihafalnya, untuk mendapatkan keterangan tentang kata-kata yang asing atau untuk mengetahui sebab turunnya ayat atau memahami makna yang sulit atau untuk mengenal hukum yang khusus.

Ada beberapa kitab tafsir yang ringkas yang dapat ditelaah oleh pemula seperti kitab Zubdatut Tafsir oleh Asy-Syaikh Muhammad Sulaiman Al-Asyqar.

Setelah memiliki kemampuan yang cukup, untuk meluaskan pemahaman dapat menelaah kitab-kitab tafsir yang berisi penjelasan yang panjang seperti Tafsir Ibnu Katsier, Tafsir Ath-Thabari, Tafsir As-Sadi dan Adhwaaul Bayaan oleh Asy-Syanqithi.wajib pula menghadirkan hatinya pada saat membaca Al-Quran.

8. Tidak pindah ke surat lain sebelum hafal benar surat yang sedang dihafalkan.

Setelah sempurna satu surat dihafalkan, tidak sepantasnya berpindah ke surat lain kecuali setelah benar-benar sempurna hafalannya dan telah kokoh dalam dada.

9. Selalu memperdengarkan hafalan (disimak oleh orang lain).

Orang yang menghafal Al-Quran tidak sepantasnya menyandarkan hafalannya kepada dirinya sendiri. Tetapi wajib atasnya untuk memperdengarkan kepada seorang hafidz atau mencocokkannya dengan mushaf. Hal ini dimaksudkan untuk mengingatkan kesalahan dalam ucapan, atau syakal ataupun lupa.

Banyak sekali orang yang menghafal dengan hanya bersandar pada dirinya sendiri, sehingga terkadang ada yang salah/keliru dalam hafalannya tetapi tidak ada yang memperingatkan kesalahan tersebut.

10. Selalu menjaga hafalan dengan murajaah.

Bersabda Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam :
"Jagalah benar-benar Al-Quran ini, demi Yang jiwaku berada di Tangan-Nya, Al-Quran lebih cepat terlepas daripada onta yang terikat dari ikatannya."

Maka seorang yang menghafal Al-Quran bila membiarkan hafalannya sebentar saja niscaya ia akan terlupakan. Oleh karena itu hendak hafalan Al-Quran terus diulang setiap harinya. Bila ternyata hafalan yang ada hilang dalam dada tidak sepantasnya mengatakan: "Aku lupa ayat (surat) ini atau ayat (surat) itu." Akan tetapi hendaklah mengatakan: "Aku dilupakan," karena Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam telah bersabda: (..arab..)

11. Bersungguh-sungguh dan memperhatikan ayat yang serupa.

Khususnya yang serupa/hampir serupa dalam lafadz, maka wajib untuk memperhatikannya agar dapat hafal dengan baik dan tidak tercampur dengan surat lain.

12. Mencatat ayat-ayat yang dibaca/dihafal.

Ada baiknya penghafal Al-Quran menulis ayat-ayat yang sedang dibaca/dihafalkannya, sehingga hafalannya tidak hanya di dada dan di lisan tetapi ia juga dapat menuliskannya dalam bentuk tulisan.

Berapa banyak penghafal Al-Quran yang dijumpai, mereka terkadang hafal satu atau beberapa surat dari Al-Quran tetapi giliran diminta untuk menuliskan hafalan tersebut mereka tidak bisa atau banyak kesalahan dalam penulisannya.

13. Memperhatikan usia yang baik untuk menghafal.

Usia yang baik untuk menghafal kira-kira dari umur 5 tahun sampai 25 tahun. Wallahu alam dalam batasan usia tersebut. Namun yang jelas menghafal di usia muda adalah lebih mudah dan lebih baik daripada menghafal di usia tua.

Pepatah mengatakan: Menghafal di waktu kecil seperti mengukir di atas batu, menghafal di waktu tua seperti mengukir di atas air.


HAL-HAL YANG DAPAT MENGHALANGI HAFALAN

Setelah kita mengetahui beberapa kaidah dasar untuk menghafal Al-Quran maka sudah sepantasnya bagi kita untuk mengetahui beberapa hal yang menghalangi dan menyulitkan hafalan agar kita dapat waspada dari penghalang-penghalang tersebut.

Di antaranya:

1. Banyaknya dosa dan maksiat.

Sesungguhnya dosa dan maksiat akan melupakan hamba terhadap Al-Quran dan terhadap dirinya sendiri. Hatinya akan buta dari dzikrullah.

2. Tidak adanya upaya untuk menjaga hafalan dan mengulangnya secara terus-menerus. Tidak mau memperdengarkan (meminta orang lain untuk menyimak) dari apa-apa yang dihafal dari Al-Quran kepada orang lain.

3. Perhatian yang berlebihan terhadap urusan dunia yang menjadikan hatinya tergantung dengannya dan selanjutnya tidak mampu untuk menghafal dengan mudah.

4. Berambisi menghafal ayat-ayat yang banyak dalam waktu yang singkat dan pindah ke hafalan lain sebelum kokohnya hafalan yang lama.

Kita mohon pada Allah Subhanahu wa Ta`ala semoga Dia mengkaruniakan dan memudahkan kita untuk menghafal kitab-Nya, mengamalkannya serta dapat membacanya di tengah malam dan di tepi siang. Wallahu alam bishawwab.

Ummu Abdillah & Ummu Maryam, dinukil dari kutaib: "Kaifa Tataatstsar bil Quran wa Kaifa Tahfadzuhu?" oleh Abi Abdirrahman)