Sabtu, 23 Juni 2007

UMEIR BIN SA'AD

UMEIR BIN SA'AD
"Tokoh Yang Tak Ada Duanya"



Masih ingatkah anda sekalian akan Sa'id bin Amir ...?

Yaitu seorang zahid dan abid yang selalu melindungkan dirinya kepada Allah, yang telah diminta oleh Amirul Mu'minin Umar untuk menjadi gubernur dan kepala daerah Syria ... ?

Pada bahasan tokoh sebelumnya telah kita bicarakan dan kita saksikan hal-hal mena'ajubkan mengenai keshalehan, ketinggian akhlak dan sifat zuhudnya ... !

Nah, sekarang pada lembaran-lembaran ini kita akan bertemu pula dengan saudara, bahkan saudara kembarnya, baik dalam keshalehan, maupun dalam ketinggian akhlak dan sifat zuhud itu, begitupun dalam kebesaran jiwa yang jarang tandingannya.

Ia adalah Umeir bin Sa'ad! Kaum Muslimin memberinya gelar "Tokoh yang tak ada duanya". Cukup kiranya meyakinkan, bahwa gelar ini diberikan secara bulat oleh para shahabat Rasul yang sama-sama mempunyai kelebihan, pengertian dan cahaya kebenaran

Ayahnya Sa'ad al-Qari radhiallahu anhu ikut menyertai Rasulullah dalam perang Badar dan peperangan-peperangan lain sesudahnya, serta setia memegang janjinya, sampai ia kembali menemui Allah karena gugur sebagai syahid di pertempuran Qadisiah melawan Persi. Dibawanya anaknya sewaktu datang kepada Rasulullah hingga anak itu pun turut bai'at dan masuk Islam ....

Semenjak Umeir memeluk Islam, dan menjadi ahli ibadah yang tidak berpisah dari mihuab mesjid, ia meninggalkan segala kemewahan dan pergi bernaung ke bawah sakinah atau ketenangan.

Sukarlah anda akan menemukannya di barisan pertama ..., kecuali pada jama'ah shalat, memang ia mempertahankan shaf yang pertama itu untuk mengejar pahala barisan muka...dan di medan jihad, ia selalu bergegas mengejar barisan terdepan, karena ia selalu mendambakan diri untuk mendapatkan syahid.

Selain dari hal-hal seperti itu, maka ia tetap tekun memperbanyak amal kebaikan, kepemurahan, keutamaan serta ketakwaan....

Ia seorang yang cepat menyadari kesalahan dan sering menangisi dosanya ... ! Seorang yang tiada terpikat oleh harta dunia dan selalu mencari jalan kembali kepada Tuhannya....

Seorang musafir yang merindukan pulang kepada Allah, dalam setiap perjalanan dan di setiap pemukiman ....

Sungguh, Allah telah menjadikan hati para shahabat lainnya kasih-sayang kepadanya, hingga ia pun menjadi buah hati dan tumpuan kasih mereka. Semua itu karena kekuatan imannya, kebersihan Jlwanya, ketenangan jalan hidupnya, keharuman akhlaqnya, dan kecemerlangan penampilannya, menerbitkan kegembiraan dan kenangan bagi setiap orang yang menggauli atau melihatnya. Dan tak, seorang atau satu pun yang diutamakannya lebih dari Agamanya ... !

Pada suatu hari didengarnya Jullas bin Suwaid bin Shamit, yang masih jadi kerabatnya, sedang berbincang-bincang di rumahnya, katanya: "Seandainya laki-laki ini memang benar, tentulah kita ini lebih jelek dari keledai-keledai ... !" yang dimaksudkan dengan laki-laki di sini ialah Rasulullah shallallahu alaihi wasalam Sedang Jullas sendiri termasuk di antara orang-orang yang memeluk Islam karena terbawa-bawa keadaan.

Sewaktu Umeir bin Sa'ad mendengar kata-kata tersebut, bangkitlah kemarahan dan kebingungan dalam hatinya yang biasa tenang dan tenteram itu. Kemarahan disebabkan oleh seorang yang telah mengaku menganut Islam berani merendahkan Rasul dengan kata-kata yang keji itu ....Dan kebingungan karena fikirannya berjalan cepat tentang tanggung jawabnya terhadap apa yang telah didengarnya dan tak dapat diterimanya .... Akan disampaikannyalah segala apa yang telah didengarnya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasalam Bagaimana caranya, padahal ia harus bersifat jujur dalam mengemukakannya ... ? Ataukah ia akan berdiam diri saja lalu memendam di dalam dadanya semua yang didengarnya ... ? Bagaimana ? Dan di mana letak kebenaran penunaian dan cinta setianya kepada Rasul, yang telah membimbing mereka dari kesesatan dan mengeluarkan mereka dari kegelapan ... ? Tetapi kebingungannya tidaklah berjalan lama, karena jiwa yang tulus selalu menemukan jalan keluar bagi penyelesaiannya ... ! Dan dengan segera Umeir berubah menjadi seorang laki-laki perkasa dan Mu'min yang taqwa ..., maka ia pun menghadapkan pembicaraan kepada Jullas bin Suwaid, katanya: "Demi Allah, hai Jullas! Engkau adalah orang yang paling kucintai, dan yang paling banyak berjasa kepadaku, dan yang paling tidak kusukai akan ditimpa sesuatu yang tidak menyenangkan ... ! Sungguh, engkau telah melontarkan sesuatu ucapan, seandainya ucapan itu kusebarkan dan sumbernya daripadamu, niscaya akan menyakitkan hatimu..... Tetapi andainya kubiarkan saja kata-kata itu, tentulah Agamaku akan binasa padahal haq Agama itu lebih utama ditunaikan. Dari itu aku akan menyampaikan apa yang kudengar kepada Rasulullah ... !"

Demikianlah Umeir telah memenuhi keinginan hatinya yang shaleh secara sempurna .... Pertama ia telah menunaikan haq majlis sesuai dengan amanat, dan dengan jiwanya yang besar membebaskan diri dari berperan sebagai orang yang mendengar-dengarkan kata orang lalu menyampaikannya kepada orang lain. Kedua itu telah menunaikan haq Agamanya yaitu dengan menyingkapkan sifat kemunafikan yang meragukan. Dan ketiga ia telah memberi kesempatan kepada Jullas untuk kembali dari kesalahan dan memohon ampun kepada Aliah atas kekeliruannya, yakni sewaktu secara terus terang dikatakannya kepadanya, bahwa persoalan ini akan disampaikannya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasalam Seandainya ia sedia bertaubat dan memohon ampun, maka hati Umeir akan lega karena tak perlu lagi meneruskannya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasalam.

Tetapi rupanya Jullas telah dipengaruhi betul-betul oleh rasa sombong dengan dosanya itu, dan tidak ada perasaan menyesal sedikitpun atau keinginan untuk bertaubat. Hingga terpaksalah Umeir meninggalkan mereka, katanya: "Akan kusampaikan kepada Rasulullah sebelum Tuhan menurunkan wahyu yang melibatkan diriku dengan dosamu ... !"

Rasulullah setelah mendapat laporan dari Umeir mengirimkan orang mencari Jullas, tetapi setelah Jullas dihadapkan ia mengingkari katanya itu, bahkan ia mengangkat sumpah palsu atas nama Allah ... ! Tetapi ayat al-Quran telah datang memisahkan antara yang haq dengan yang bathil:

"Mereka (orang-orang munafik) bersumpah dengan nama Allah, bahwa mereka tidah mengatahan sesuatu (yang menyakitkan hatimu). Padahal mereha telah mengucapkan kata-kata kufur, dan mereka telah kafir sesudah Islam, serta mereka mencita-citakan sesuatu yang tak dapat mereka capai .... Dan tak ada yang menimbulkan dendam kemarahan mereka hanyalah lantaran Allah dan Rasul-Nya telah menjadikan mereka berkecukupan disebabkan karunia-Nya .. . . Seandainya mereha bertaubat, maka itulah yang terlebih baik bagi mereka, dan seandainya mereka berpaling, Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih di dunia dan ahhirat. Mereka tidak akan mempunyai pembela maupun penolong di muka bumi" (Q.S. At-Taubah:74)

Dengan turunnya ayat Quran ini, terpaksalah Jullas mengakui pembicaraannya, dan meminta ampun atas kesalahannya, teristimewa di kala diperhatikannya ayat yang mulia yang memutuskan menghinakannya, tetapi di saat yang sama menjanjikan rahmat Allah seandainya ia bertaubat dan mencabut kata-katanya: "Maka seandainya mereka bertaubat, itulah yang terlebih baik untuk mereka... !"

Dan karenanya tindakan Umeir ini menjadi kebaikan dan berkat kepada Jullas, hingga ia bertaubat dan setelah itu keislamannya menjadi baik .... Nabi memegang telinga Umeir dan berkata kepadanya sambil memuaskan hatinya dengan pujian-pujian:

"Hai anak muda, sungguh nyaring telingamu ... dan Tuhanmu membenarkan tindakanmu ... !"

Aku sungguh beruntung sekali dapat menemukan Umeir untuk pertama kali, semenjak aku menulis buku mengenai Umar bin Kbattbab mulai empat tahun yang lain. Kisahnya bersama Amirul Mu'minin Umar sungguh mempesonakanku, hingga rasanya tak ada lagi cerita lain yang lebih mempesona dari itu .... Nah, cerita inilah sekarang yang akan kupaparkan kepada anda sekalian, agar anda ikut menyaksikan suatu kebesaran istimewa dalam kecemerlangan yang mengagumkan.

Anda tahu bahwa Amirul Mu'minin Umar radhiallahu anhu selalu berhati-hati memilih para gubernurnya, seolah-olah ia memilih orang-orang yang sama mutunya dengan dirinya.... Ia selalu memilihnya dari orang-orang yang zuhud dan shaleh, dan orang-orang yang dipercaya dan jujur ... yang tidak mengejar pangkat atau kedudukan bahkan tak hendak menerima jabatan tersebut kecuali karena Amirul Mu'minin memaksanya untuk menjabatnya ....

Sekalipun pandangan tajam dan pengalamannya luas, namun dalam memilih gubernur-gubernur dan pembantu-pembantu utamanya ini beliau selalu menimbangnya dalam waktu yang panjang dan mengamatinya dengan teliti. Beliau selalu mengulang-ulang pesan atau fatwanya yang mengesankan itu sebagai berikut:

"Aku menginginkan seorang laki-laki bila ia berada dalam suatu kaum, padahal is adalah rakyat biasa, tetapi menonjol seolah-olah ia lah pemimpinnya .... Dan bila ia berada di antara mereka sebagai peinimpinnya, ia menampakkan diri sebagai rakyat biasa .... Aku menghendaki seorang gubernur yang tidak membedakan dirinya dari manusia kebanyakan dalam soal pakaian, makanan dan tempat tinggal....Ditegakkannya shalat di tengah-tengah mereka...berbagi rata dengan mereka berdasarkan yang haq ...dan tak pernah ia menutup pintunya untuk menolak pengaduan Mereka ...!"

Maka berdasarkan norma-norma dan peraturan yang keras inilah, ia di suatu hari memilih Umeir bin Sa'ad untuk menjadi gubernur di Hems. Umeir berusaha menolak dan melepaskan diri dari jabatan tersebut tetapi sia-sia, karena Amirul Mu'minin tetap mengharuskan dan memaksanya untuk menerimanya...,

Umeir pun memohon kepada Allah petunjuk dengan shalat istikharah, dan kemudian melaksanakan tugas kewajibannya....

Dan setelah berjalan setahun masa jabatannya di Hems itu, tak ada hasil pemungutan pajak Yang sampai ke Madinah .... Bahkan tak ada sepucuk surat pun yang datang kepada Amirul Mu'minin daripadanya....

Amirul Mu'minin memanggil penulisnya, katanYa: "Tulislah surat kepada Umeir agar ia datang pada kita!"

Maka di sinilah saya akan meminta keidzinan anda untuk melaporkan pertemuan di antara Umar dan Umeir, sebagaimana tercantum dalam buku saya "Di hadapan Umar", sebagai berikut:

"Di suatu hari jalan-jalan kota Madinah menyaksikan seorang laki-laki dengan rambut kusut dan tubuh berdebu. Ia diliputi kelelahan karena berjalan jauh. Langkah-langkahnya seakan-akan tercabut dari tanah disebabkan Iamanya kepayahan dalam perjalanan, dan tenaganya yang sudah habis terkuras....Di atas pundak kanannya terdapat buntil kulit dan sebuah piring · · sedang di pundak kirinya kendi berisi air ... ! Ia bertelekan pada sebuah tongkat, yang tidak akan terasa berat bila dibawa oleh orang yang kurus dan lemah .... menghampiri majlis Umar dengan langkah yang gontai, lain ucapnya: "Assalamu'alaikum ya Amirul Mu'minin .. .!" Umar membalas salamnya kemudian menanyainya. Hatinya sedih melihatnya dalam kedaan payah dan letih itu. "Apa kabar hai Umeir?" Jawab Umeir: "Keadaanku sebagaimana yang anda lihat sendiri ....

Bukankah anda melihat aku berbadan sehat dan berdarah bersih, dan dunia di tanganku yang dapat kukendalikan semauku ..."

- Apa yang kamu bawa itu? -- Yang kubawa ialah buntil atau bungkusan tempat membawa;bekal ..., piring tempat aku makan, kendi tempat air minum dan wudlu, kemudian tongkat untuk bertelekan dan guna melawan musuh jika datang menghadang .... Demi Allah, dunia ini tak lain hanyalah pengikut bagi bekal kehidupanku ... ! -- Apakah anda datang dengan berjalan kaki? -- Benar! -- Apa tak ada orang yang mau memberikan binatang kendaraannya untuk kamu tunggangi ...?

- Mereka tidak menawarkan dan aku tidak pula memintanya.
-Apa yang kamu lakukan mengenai tugas yang kami berikan padamu? -- Aku telah mendatangi negeri yang anda titahkan itu.

Orang-orang shaleh di antara penduduknya telah kukumpulkan.

Kuangkat mereka mengurus pemungutan pajak dan kekayaan negara. Bila telah terkumpul, kupergunakan kembali pada tempatnya yang wajar untuk kepentingan merka. Dan kalau ada kelebihan, tentulah sudah kukirimkan ke sini ... ! – Kalau begitu kau tak membawa apa-apa untuk kami? -- Tidak ... !"

Maka berserulah Umar dalam keadaan bangga dan berbahagia: "Tetapkan kembali jabatan gubernur bagi Umeir ... !" yang dijawab oleh Umeir dengan mengelakkan diri secara bersungguh-sungguh, katanya: "Masa yang demikian itu telah berlalu... aku tak hendak menjadi pegawai anda lagi, atau pegawai pejabat setelah anda... !"

Cerita ini bukanlah skenario yang kami atur sendiri, dan bukan pula cerita yang dibuat-buat ... tetapi benar-benar peristiwa sejarah yang pada suatu masa pernah disaksikan oleh bumi Madinah selaku ibu kota Islam yakni di saat-saat kejayaan dan kebesarannya. Maka dari tipe golongan manakah tokoh-tokoh utama dan luar biasa itu ... ?

Selalulah Umar radhiallahu anhu mengangankan dan mengatakan: "Aku ingin sekali mempunyai beberapa orang laki-laki yang seperti Umeir akan jadi pembantuku untuk melayani Kaum Muslimin

Sebabnya, Umeir yangdilukiskan oleh para shahabatnya sebagai "tokoh yang tak ada duanya" benar-benar telah meningkat naik dan dapat mengatasi kelemahan dirinya selaku manusia berhadapan dengan harta benda dunia dan kehidupan yang penuh dengan onak dan duri ini .... Di waktu ia diharuskan melaksanakan pemerintahan dan pemimpin, maka kedudukannya yang tinggi itu hanya semakin menambah sifat wara' dari orang suci ini, dengan perkembangan, pertumbuhan dan kecemerlangan....

Ketika ia menjabat sebagai gubernur di Hems itu ia telah menggariskan tugas kewajiban seorang kepala pemerintahan Islam dalam kata-kata yang selalu diutarakannya dalam menggembleng Kaum Muslimin dari atas mimbar. Kata-kata itu demikian bunyinya:

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Islam mempunyai dinding teguh dan pintu yang kukuh · · · · Dinding Islam itu ialah keadilan ... sedang pintunya ialah kebenaran...

Maka apabila dinding itu telah dirobohkan, dan pintunya didobrak orang, Islam pun akan dapat dikalahkan. Islam akan senantiasa kuat selama pemerintahannya kuat. Kekuatan pemerintah tidak terletak dalam angkatan perang, atau keperkasaan angkatan kepolisian…Tetapi dalam realita pelaksana, melaksanakan segala ketentuan dengan jujur dan benar disertai menegakkan keadilan ... !"

Dan sekarang dalam kita melepas Umeir ...dan menghormatinya dengan penuh kebesaran dan hati yang khusyu', marilah kita menundukkan kepala dan kening kita: -- Bagi sebaik-baik guru, yaitu Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasalam Bagi ikutan orang-orang taqwa, yakni Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasalam .... Bagi pembawa rahmat Allah yang dilimpahkan kepada umat manusia sepanjang hayatnya

Semoga shalawat dan salam-Nya terlimpah kepadanya....Begitu pun ucapan selamat dan berkah-Nya . . .Semoga terlimpah pula salam atas keluarganya yang suci .... Begitupun terlimpah atas para shahabatnva yang terpuji ... !

sumber : www.al-sofwa.or.id

Minggu, 17 Juni 2007

Tekad

Menatap gejolak yang meluap dan menghanguskan serta meluluhlantakkan dunia Islam
Ada yang harus dilakukan….

Menyimak kedholiman dan penindasan yang menimpa dan mencengkeram dunia Islam
Ada yang harus di kerjakan…

Bukan semata merenung kemudian meneteskan airmata
Bukan semata menjerit atau bertakbir..
Namua tiada dilakukan…

Adalah menyiapkan diri..
Menjadi anak panah- anak panah yang siap dilepaskan
Atau peluru- peluru yang siap ditembakkan
Atau tombak-tombak yang siap dilontarkan
Atau pedang-pedang yang siap diayunkan

Menyadari keangkuhan dan kesombongan yang mengangkangi dan menindas dunia Islam
Ada yang harus disiapkan….
Keikhlasan diri
Kebulatan tekad
Kekuatan jasad
Dan keteguhan materi…

Menyikapi kehancuran yang melanda dunia Islam
Ditengah kelesuan, kelemahan dan tidur panjang umat Islam
Langkah yang harus dilakukan penuh kesungguhan
Bukan semata bicara panjang lebar tanpa kerja nyata
Atau semata mengungkapkan kebobrokan
Namun dengan penuh ragu dan kecenderungan

Adalah memantapkan diri
Bahwa selembar jadwal bukan sekedar rencana kosong
Bahwa setiap goresan pena adalah kesungguhan
Dengan keprihatinan
Bahwa kesabaran adalah cambuk untuk menegakkan keadilan
Merenungi langkah yang harus bita lakukan
Untuk masa depan dunia Islam

Ada yang harus ditegaskan
Kemantapan diri
Kekuatan azzam
Kemurnian Azzas
Dan kejelasan tujuan……

Sumber: album SERUAN izzatulislam

Jumat, 01 Juni 2007

UTSMAN BIN MAZH'UN

UTSMAN BIN MAZH'UN
YANG PERNAH MENGABAIKAN KESENANGAN HIDUP DUNIAWI


Seandainya anda hendak bermaksud menyusun daftar nama-nama shahabat Rasulullah saw menurut urutan masa masuknya ke dalam Agama Islam, maka pada urutan keempat belas tentulah anda akan tempatkan Utsman bin Mazh'un . · · ·

Anda ketahui pula bahwa Utsman bin Mazh'un ini seorang Muhajirin yang mula pertama wafat di Madinah, sebagaimana ia adalah pula orang Islam pertama yang dimakamkan di Baqi' ... ·

Dan akhirnya ketahuilah bahwa shahabat mulia yang sedang anda tela'ah riwayat hidupnya sekarang ini, adalah seorang suci yang agung tapi bukan dari kalangan yang suka memencilkan diri, ia seorang suci yang terjun di arena kehidupan Dan kesuciannya itu berupa amal yang tidak henti-hentinya dalam menempuh jalan kebenaran, serta ketekunannya yang pantang menyerah dalam mencapai kemashlahatan dan kebaikan.. ··

Tatkala Agama Islam cahayanya mulai menyinar dari kalbu Rasulullah saw dan dari ucapan-ucapan yang disampaikannya di beberapa majlis, baik secara diam-diam maupun terang-terangan, maka Utsman bin Mazh'un adalah salah seorang dari beberapa gelintir manusia yang segera menerima panggilan Ilahi dan menggabungkan diri ke dalam kelompok pengikut Rasulullah .... Dan ia ditempa oleh berbagai derita dan siksa, sebagaimana dialami oleh orang-orang Mu'min lainnya, dari golongan berhati tabah dan shabar....

Ketika Rasulullah saw mengutamakan keselamatan golongan kecil dari orang-orang beriman dan teraniaya ini, dengan jalan menyuruh mereka berhijrah ke Habsyi, dan beliau siap menghadapi bahaya seorang diri, maka Utsman bin Mazh'un terpilih sebagai pemimpin rombongan pertama dari muhajirin ini. Dengan membawa puteranya yang bemama Saib, dihadapkannya muka dan dilangkahkannya kaki ke suatu negeri yang jauh, menghindar dari tiap daya musuh Allah Abu Jahal, dan kebuasan orang Quraisy serta kekejaman siksa mereka ....

Dan sebagaimana muhajirin ke Habsyi lainnyaa pada kedua hijrah tersebut, yakni yang pertama dan yang kedua, maka tekad dan kemauan Utsman untuk berpegang teguh pada Agama Islam kian bertambah besar.

Memang, kedua hijrah ke Habsyi itu telah menampilkan corak perjuangan tersendiri yang mantap dalam sejarah ummat Islam. Orang-orang yang beriman dan mengakui kebenaran Rasulullah saw serta mengikuti Nur Ilahi yang diturunkan kepada beliau, telah merasa muak terhadap pemujaan berhala dengan segala kesesatan dan kebodohannya. Dalam diri mereka masing-masing telah tertanam fithrah yang benar yang tidak bersedia lagi menyembah patung-patung yang dipahat dari batu atau dibentuk dari tanah liat…..!

Dan ketika mereka berada di Habsyi, di sana mereka menghadapi suatu agama yang teratur dan tersebar luas, mempunyai gereja-gereja, rahib-rahib serta pendeta-pendeta. Serta agama itu jauh dari agama berhala yang telah mereka kenal di negeri mereka, begitu juga cara penyembahan patung-patung dengan bentuknya yang tidak asing lagi serta dengan upacara-upacara ibadat yang biasa mereka saksikan di kampung halaman mereka. Dan tentulah pula orang-orang gereja di negeri Habsyi itu telah berusaha sekuat daya untuk menarik orang-orang muhajirin ke dalam agama mereka, dan meyakinkan kebenaran agama Masehi.

Tetapi semua yang kita sebutkan tadi mendorong Kaum Muhajirin berketetapan hati dan tidak beranjak dari kecintaan mereka yang mendalam terhadap Islam dan terhadap Muhammad Rasulullah saw. .... Dengan hati rindu dan gelisah mereka menunggu suatu saat yang telah dekat, untuk dapat pulang ke kampung halaman tercinta, untuk ber'ibadat kepada Allah yang Maha Esa dan berdiri di belakang Nabi Besar, baik dalam mesjid di waktu damai, maupun di medan tempur di saat mempertahankan diri dari ancaman kaum musyrikin ....

Demikianlah Kaum Muhajirin tinggal di Habsyi dalam keadaan aman dan tenteram, termasuk di antaranya Utsman bin Mazh'un yang dalam perantauannya itu tidak dapat melupakan rencana-rencana jahat saudara sepupunya Umayah bin Khalaf dan bencana siksa yang ditimpakan atas dirinya.

Maka dihiburlah dirinya dengan menggubah sya'ir yang berisikan sindiran dan peringatan terhadap saudaranya itu, katanya:

"Kamu melengkapi panah dengan bulu-bulunya
Kamu runcing ia setajam-tajamnya
Kamu perangi orang-orang yang suci lagi mulia
Kamu celahan orang-orang yang berwibawa
Ingatlah nanti saat bahaya datang menimpa
Perbuatanmu akan mendapat balasan dari rakyatielata':

Dan tatkala orang-orang muhajirin di tempat mereka hijrah itu beribadat kepada Allah dengan tekun serta mempelajari ayat-ayat al-quran yang ada pada mereka, dan walaupun dalam perantauan tapi memiliki jiwa yang hidup dan bergejolak..., tiba-tiba sampailah berita kepada mereka bahwa orang-orang Quraisy telah menganut Islam, dan mengikuti Rasulullah bersujud kepada Allah ....

Maka bangkitlah orang-orang muhajirin mengemasi barang-barang mereka, dan bagaikan terbang mereka berangkat ke Mekah, dibawa oleh kerinduan dan didorong cinta pada kampung halaman. Tetapi baru saja mereka sampai di dekat kota, ternyatalah berita tentang masuk Islamnya orang-orang Quraisy itu hanyalah dusta belaka.

Ketika itu mereka merasa amat terpukul karena telah berlaku ceroboh dan tergesa-gesa. Tetapi betapa mereka akan kembali, padahal kota Mekah telah berada di hadapan mereka...?

Dalam pada itu orang-orang musyrik di kota Mekah telah mendengar datangnya buronan yang telah lama mereka kejar-kejar dan pasang perangkap untuk menangkapnya. Dan sekarang ..., datanglah sudah saat mereka, dan nasib telah membawa mereka ke tempat ini.... !

Perlindungan, ketika itu merupakan suatu tradisi di antara tradisi-tradisi Arab yang memiliki kekudusan dan dihormati.

Sekiranya ada seorang yang lemah yang beruntung masuk dalam perlindungan salah seorang pemuka Quraisy, maka ia akan berada dalam suatu pertahanan yang kokoh, hingga darahnya tak boleh ditumpahkan dan keamanan dirinya dan perlu dikhawatirkan.

Sebenarya orang-orang yang mencari perlindungan itu tidaklah sama kemampuan mereka untuk mendapatkannya. Itulah sebabnya hanya sebagian kecil saja yang berhasil, termasuk di antaranya Utsman bin Mazh'un yang berada dalam perlindungan Walid bin Mughirah. Ia masuk ke dalam kota Mekah dalam keadaan aman dan tenteram, dan menyeberangi jalan serta gang-gangnya, menghadiri tempat-tempat pertemuan tanpa khawatir akan kedhaliman dan marabahaya ....


Tetapi Ibnu Mazh'un, laki-iaki yang ditempa al-Quran dan dididik oleh Muhammad saw. ini memperhatikan keadaan sekelilingya. Dilihatnya saudara-saudara sesama Muslimin, yakni golongan faqir miskin dan orang-orang yang tidak berdaya, tiada mendapatkan perlindungan dan tidak mendapatkan orang yang sedia melindungi mereka....

Dilihatnya mereka diterkam bahaya dari segala jurusan, dikejar kedhaliman dari setiap jalan. Sementara is sendiri aman tenteram, terhindar dari gangguan bangsanya. Maka ruhnya yang biasa bebas itu berontak, dan perasaannya yang mulai bergejolak, dan menyesallah ia atas tindakan yang telah diambilnya.

Utsman keluar dari rumah dengan niat yang bulat' dan tekad yang pasti hendak menanggalkan perlindungan yang dipikul Walid. Selama itu perlindungan tersebut telah menjadi penghalang baginya untuk dapat menikmati derita dijalan Allah dan kehormatan senasib sepenanggungan bersama saudaranya Kaum Muslimin. Kaum Muslimin merupakan tunas-tunas dunia beriman dan generasi alam baru yang esok pagi akan terpancar cahaya keseluruh penjuru, cahaya keimanan dan ketauhidan…..

Maka marilah kita dengar cerita dari saksi mata yang melukiskan bagi kita peristiwa yang telah terjadi, katanya

"Ketika Utsman bin Mazh'un menyaksikan penderitaan yang dialami oleh para sahabat Rasulullah SAW, sementara ia sendiri pulang pergi dengan aman dan tenteram disebabkan perlindungan Walid bin Mughirah, katanya: 'Demi Allah, sesungguhnya mondar-mandirku dalam keadaan aman disebabkan perlindungan seorang tokoh golongan musyrik, sedang teman-teman sejawat dan kawan-kawan seagama menderita adzab dan siksa yang tidak kualami, merupakan suatu kerugian besar bagiku…..!

Lalu ia pergi mendapatkan Walid bin Mughirah, katanya: "Wahai Abu Abdi Syams, cukuplah sudah perlindungan anda…."

"Kenapa wahai keponakanku…?" ujar Walid, mungkin ada salah seorang anak buahku yang menggangumu…?"

'Tidak", ujar Utsman, "hanya saya ingin berlindung kepada Allah, dan tak suka lagi kepada lain-Nya…..!" Karenanya pergilah anda ke mesjid serta umumkanlah maksudku ini secara terbuka seperti anda dahulu mengumumkan perlindungan terhadap diriku!"

lalu pergilah mereka berdua ke mesjid, maka kata Walid: "Utsman ini datang untuk mengembalikan kepadaku jaminan perlindungan terhadap dirinya".

Ulas Utsman: "Begitulah kiranya apa yang dikatakan itu…., ternyata ia seorang yang memegang teguh janjinya……,hanya keinginan saya agar tidak lagi mencari perlindungan kecuali kepada Allah Ta'ala .. .!"

Setelah itu Utsman pun berlalu, sedang di salah satu gedung pertemuan kaum Quraisy, Lubaid bin Rabi'ah menggubah sebuah sya'ir dan melagukannya di hadapan mereka, hingga Utsman jadi tertarik karenanya dan ikut duduk bersama mereka.

Kata Lubaid:
"Ingatlah bahwa apa juga yang terdapat di bawah:kolong ini selain daripada Allah adalah hampa!"
"Benar ucapan anda itu", kata Utsman menanggapinya.
Kata Lubaid lagi:
"Dan semua kesenangan, tak dapat tiada lenyap dan sirna!"
"Itu dusta!", kata Utsman, "karena kesenangan surga takkanlenyap.. .".

Kata Lubaid: "Hai orang-orang Quraisy! Demi Allah, tak pernah aku sebagai teman duduk kalian disakiti orang selama ini. Bagai mana sikap kalian kalau ini terjadi?"

Maka berkatalah salah seorang di antara mereka: "Si toloI ini telah meninggalkan agama kita .. .! Jadi tak usah digubris apa ucapannya!"

Utsman membalas ucapannya itu hingga di antara mereka tejadi pertengkaran. Orang itu tiba-tiba bangkit mendekati Utsman lalu meninjunya hingga tepat mengenai matanya, sementara Walid bin Mughirah masih berada di dekat itu dan menyaksikan apa yang terjadi. Maka katanya kepada Utsman: "Wahai keponakanku, jika matamu kebal terhadap bahaya yang menimpa, maka sungguh, benteng perlindunganmu amat tangguh ...!'

Ujar Utsman: "Tidak, bahkan mataku yang sehat ini amat membutuhkan pula pukulan yang telah dialami saudaranya di jalan Allah .. .! Dan sungguh wahai Abu Abdi Syamas, saya berada dalam perlindungan Allah yang lebih kuat dan lebih mampu daripadamu!"

"Ayuhlah Utsman", kata Walid pula, "jika kamu ingin, kembalilah masuk ke dalam perlindunganku ...!"
"Terima kasih ...!" ujar Ibnu Mazh'un menolak tawaran itu.

Ibnu Mazh'un meninggalkan tempat itu, tempat terjadinya peristiwa tersebut dengan mata yang pedih dan kesakitan, tetapi jiwanya yang besar memancarkan keteguhan hati dan kesejahteraan serta penuh harapan....

Di tengah jalan menuju rumahnya dengan gembira ia mendendangkan pantun ini:
"Andaikata dalam mencapai ridla Ilahi
Mata.ku ditinju tangan jahil orang mulhidi
Maka Yang Maha Rahman telah menyediakan imbalannya
Karena siapa yang diridlai-Nya pasti berbahagia
Hai ummat, walau menurut katamu daku ini sesat
Daku 'kan tetap dalam Agama Rasul, Muhammad
Dan tujuanku tiada lain hanyalah Allah dan Agama yang haq
Waiaupun lawan berbuat aniaya dan semena-mena".

Demikian Utsman bin Mazh'un memberikan contoh dan teladan utama yang memang layak dan sewajamya....

Dan demikianlah pula lembaran kehidupan ini menyaksikan suatu pribadi utama yang telah menyemarakkan wujud ini dengan harum semerbak disebabkan pendiriannya yang luar biasa dan kata-kata bersa;irapnya yang abadi dan mempesona:

"Demi Allah, sesungguhnya sebelah mataku yang sehat ini amat membutuhkan pukulan yang telah dialami saudaranya di jalan Allah ...! Dan sungguh, saat ini saya berada dalam perlindungan Allah yang lebih kuat dan lebih mampu daripadamu.. .!"

Dan setelah dikembalikannya perlindungan kepada Walid, maka Utsman menemui siksaan dari orang-orang Quraisy. Tetapi dengan itu ia tidak merana, sebaliknya bahagia, sungguh-sungguh bahagia.. .!

Siksaan itu tak ubahnya bagai api yang menyebabkan keimanannya menjadi matang dan bertambah murni ....

Demikianlah, ia maju ke depan bersama saudara-saudara yang beriman, tidak gentar oleh ancaman, dan tidak mundur oleh bahaya


Utsman melakukan hijrah pula ke Madinah, hingga tidak diusik lagi oleh Abu Lahab, Umayah,'Utbah atau oleh gembong-gembong lainnya yang telah sekian lama menyebabkan mereka tak dapat menidurkan mata di malam hari, dan bergerak bebas di siang hari.

Ia berangkat ke Madinah bersama rombongan shahabat-shahabat utama yang dengan keteguhan dan ketabahan hati mereka telah lulus dalam ujian yang telah mencapai puncak

kesulitan dan kesukarannya, dan dari pintu gerbang yang luas dari kota itu nanti mereka akan melanjutkan pengembaraan ke seluruh pelosok bumi, membawa dan mengibarkan panji-panji Ilahi, serta menyampaikan berita gembira dengan kalimat-kalimat dan ayat-ayat petunjuk-Nya ....

Dan di kota hijrah Madinah al-Munawwarah itu tersingkaplah kepribadian yang sebenamya dari Utsman bin Mazh'un, tak ubah bagai batu permata yang telah diasah, dan ternyatalah kebesaran jiwanya yang istimewa. Kiranya ia seorang ahli ibadah, seorang zahid, yang mengkhususkan diri dalam beribadah dan mendekatkan diri kepada Ilahi ....

Dan ternyata bahwa ia adalah orang suci dan mulia lagi bijaksana, yang tidak mengurung diri untuk tidak menjauhi kehidupan duniawi, tetapi orang suci luar biasa yang mengisi kehidupannya dengan amal dan karya serta jihad dan berjuang di jalan Allah ....

Memang, ia adalah seorang rahib di larut malam, dan orang berkuda di waktu siang, bahkan ia adalah seorang rahib baik di waktu siang maupun di waktu malam, dan di samping itu sekaligus juga orang berkuda yang berjuang siang dan malam ... !

Dan jika para shahabat Rasulullah saw. apalagi di kala itu, semua bejiwa zuhud dan gemar beribadat, tetapi Ibnu Mazh'un memiliki ciri-ciri khash .... Dalam zuhud dan ibadatnya ia amat tekun dan mencapai puncak tertinggi, hingga corak kehidupannya, baik siang maupun malam dialihkannya menjadi shalat yang teuus-menerus dan tasbih yang tiada henti-hentinya.

Rupanya ia setelah merasakan manisnya keasyikan beribadat itu, ia pun bermaksud hendak memutuskan hubungan dengan segala kesenangan dan kemewahan dunia.

Ia tak hendak memakai pakaian kecuali yang kasar, dan tak hendak makan makanan selain yang amat bersahaja.

Pada suatu hari ia masuk masjid, dengan pakaian usang yang telah sobek-sobek yang ditambalnya dengan kulit unta, sementara Rasulullah sedang duduk-duduk bersama para shahabatnya.

Hati Rasulullah pun bagaikan disayat melihat itu, begitu juga para shahabat, air mata mereka mengalir karenanya. Maka tanya Rasulullah saw. kepada mereka:

"Bagaimana pendapat kalian, bila kalian punya pakaian satu stel untuk pakaian pagi dan sore hari diganti dengan stelan lainnya ... kemudian disiapkan di depan kalian suatu perangkat wadah makanan sebagai ganti perangkat lainnya yang telah diangkat ... serta kalian dapat menutupi rumah-rumah kediaman kalian sebagaimana Ka 'bah bertutup..."

"Kami ingin hal itu dapat terjadi, wahai Rasulullah', ujar mereka, "hingga Kita dapat mengalami hidup ma'mur dan bahagia... !"

Maka sabda Rasulullah saw, pula: "Sesungguhnya hal itu telah terjadi ... ! Keadaan kalian sekarang ini lebih baik dari keadaan kalian waktu lalu ... !"

Tetapi Ibnu Mazh'un yang turut mendengar percakapan itu bertambah tekun menjalani kehidupan yang bersahaja dan menghindari sejauh-jauhnya kesenangan dunia ... !

Bahkan sampai-sampai kepada menggauli isterinya ia tak hendak dan menahan diri, seandainya hal itu tidak diketahui oleh Rasulullah saw. yang segera memanggil dan menyampaikan kepadanya:
"Sesungguhnya keluargamu itu mempunyai hak atas dirimu….!"


Ibnu Maz·h'un amat disayangi oleh Rasu!uilah saw. ....
Dan tatkala ruhnya yang suci itu berkemas-kemas hendak berangkat, hingga dengan demikian ia merupakan orang muhajirin pertama yang wafat di Madinah, dan yang mula-mula merintis jalan menuju surga, maka Rasulullah saw berada di sisinya.

Rasulullah saw. membungkuk menciumi kening Ibnu Mazh'un serta membasahi kedua pipinya dengan air yang berderai dari kedua mata beliau yang diliputi santun dan duka cita hingga di saat kematiannya. Wajah Utsman tampak bersinar gilang-gemilang ....

Dan bersabdalah Rasulullah saw. melepas shahabatnya yang tercinta itu:
"Semoga Allah memberimu rahmat, wahai Abu Saib ....

Kamu pergi meninggalkan dunia, tak satu keuntunganpun yang kamu peroleh daripadanya, serta tak satu kerugian pun yang dideritanya daripadamu."


Dan sepeninggal shahabatnya, Rasulullah yang amat penyantun itu tidak pernah melupakannya, selalu ingat dan memujinya .... Bahkan untuk melepas puteri beliau Rukayah, Yakni ketika nyawanya hendak melayang, adalah kata-kata berikut:
"Pergilah susul pendahulu hita yang pilihan. Utsman bin Mazh'un ...!"

******
Sumber : Buku Rijal Haular Rasul (Khalid Muh.Khalid)
Oleh : Al-Sofwah