Kamis, 29 November 2007

Bingkai Interaksi Muslimah

Bingkai Interaksi Muslimah

Dalam beramal jama´i, Islam tidak melarang adanya interaksi antara muslim dan muslimah namun juga tidak membebaskannya tanpa norma. Pada realita kehidupan dapat dilihat ada dua masalah dalam berinteraksi. Pertama, pergaulan tanpa batas, sehingga menimbulkan berbagai permasalahan baik pribadi maupun sosial. Akibat yang terparah adalah hilangnya kepekaan seorang muslim terhadap batas-batas pergaulan yang Islami dan terjerumus ke dalam kehinaan.

Kedua, manakala muslimah terkungkung oleh pemahaman yang salah sehingga tidak mau berpartisipasi aktif dalam beramal Islami bersama muslim yang lain. Akibatnya akan banyak masalah sosial yang tidak terselesaikan, karena laki-laki muslim tidak efektif ketika mendalami urusan-urusan yang menyangkut kewanitaan. Hal ini dikarenakan, banyak masalah wanita yang hanya bisa ditangani oleh wanita saja.

Untuk menghindari adanya fitnah yang dapat merusak dalam beramal maka Islam memberikan bingkai interaksi muslim dan muslimah, diantaranya adalah:


1. Menundukkan pandangan

Menundukkan pandangan disini berarti tidak mengumbar pandangan mata. Karena berbagai penyimpangan awalnya dari mata. Ada sebuah pepatah arab yang menggambarkan tentang hal ini :

Mulanya dari pandangan / Dari pandangan kemudian senyum / Kemudian coba untuk berbicara / Setelah berbicara kemudian janji / Setelah itu bertemu…

Pandangan kepada lawan jenis yang tidak dihalalkan, bagaikan anak panah yang menembus daging. Jika sudah tertancap dihati, ketika beusaha dicabut akan melukai. Apalagi anak panah yang beracun, tidak hanya luka tapi menjadi infeksi. Dampaknya akan meluas pada diri dan masyarakat, apalagi bila pemilik anak panah itu adalah iblis.

Dengan menahan pandangan seseorang akan terhindar dari penyakit hati. Ini merupakan tindakan preventif untuk menjaga kebersihan diri dan masyarakat. Maka ketika berinteraksi harus diperhatikan, jangan sampai kita melakukan amal kebaikan berbarengan dengan itu kita mendapat dosa.


2. Menutup Aurat.

Menutup aurat adalah suatu kewajiban dalam Islam seperti halnya sholat dan puasa dibulan Ramadhan. Namun masih banyak yang belum memahami sehingga tanpa sungkan-sungkan mengumbar aurat di depan umum. Padahal Allah sudah memperingatkan dalam surat An-Nur :”… Dan janganlah mereka( wanita-wanita mukmin) menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak daripadanya, dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya…”

Syaikh Muhammad Nashiruddin Albani dalam bukunya Hijabul Maratil Muslimah fil Kitabi was Sunnah memberi batasan tentang syarat pakaian yang sesuai dengan syariat yaitu:

a. Menutup seluruh badan selain yang dikecualikan, seperti muka dan kedua telapak tangan.

b. Tidak tipis dan tidak tembus pandang.

c. Tidak menyerupai pakaian laki-laki.

d. Lapang dan tidak sempit. Karena pakaian yang sempit dapat memperlihatkan bentuk tubuh seluruhnya atau sebagian .

e. Tidak menyerupai pakaian orang kafir.

3. Tenang dan terhormat dalam gerak- gerik

Tidak melakukan gerakan yang dibuat-buat sehingga menarik perhatian. Wanita muslimah tidak boleh memukul-mukul kakinya ke lantai untuk memperdengarkan perhiasan di kakinya. Allah memperingatkan dengan firmannya:


“Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang disembunyikan.” ( An-Nur :31)

4. Tidak berduaan di tempat yang sepi (Ikhtilat)

Ikhtilat antara dua manusia yang berlainan jenis, merupakan faktor pendorong utama berbuat keji dan menjerumuskan manusia ke jurang kehinaan. Memberi peluang kepada syetan untuk menggoda sebagaimana sabda Rasulullah saw,

“Tiada bersepi-sepian (berada di tempat sunyi) seorang lelaki dengan seorang perempuan, melainkan syetan merupakan orang ketiga diantara mereka. “(Diriwayatkan Ahmad, Tirmidzi dan lain-lain).

5. Serius dan sopan dalam berbicara

Dalam berkomunikasi usahakan suara tidak direkayasa, misal menjadi lebih merdu dan lembut. Dalam hal ini Allah memberi tuntunan,

“Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara, sehingga timbul keinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al-Ahzab: 32)

Namun bukan berarti seorang wanita muslimah tidak boleh bersuara. Suara wanita bukan aurat. Karena para istri Rasulullah SAW pernah bercakap-cakap dengan para sahabat dan para sahabat mendengar (belajar) hukum-hukum agama dari mereka. Tapi ada juga ulama yang berpendapat suara wanita adalah aurat, karena khawatir terjadi fitnah sekalipun mendengar bacaan Al-qur’an daripadanya.

Begitulah bingkai interaksi yang diberikan oleh Islam, agar manusia tak dirugikan amalnya hanya karena fitnah yang timbul ketika berinteraksi dengan muslim yang lain.

“Rabbanaa laa tuzigh quluubanaa ba’da idz hadaytanaa wahablanaa min ladunka rahmatan innaka antal wahhaab”

“Ya Allah… janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau:karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).”


Wallohu a’alam.


Maroji’ :

- Al-Qur’anul Karim dan terjemahannya

- Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita Jilid I

- Abdul Muiz, Ceramah Fiqqunnisa

Penulis : Isti M. (www.alhikmah.com)

0 komentar: