Senin, 26 Januari 2009

GERHANA DAN SHALAT GERHANA

Gerhana Matahari dan Gerhana Bulan

Gerhana matahari dan bulan merupakan fenomena alam yang berkaitan dengan peredaran bumi dan bulan. Menanggapi fenomena alam tersebut, Islam menganjurkan umatnya melaksanakan shalat gerhana. Sebagaimana yang yang tertera dalam hadits berikut: “Dari Al-Mughirah bin Syu’bah ra, berkata, “Terjadi gerhana matahri di masa Rasulullah saw saat kematian Ibrahim.” Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah tanda-tanda kebesaran Allah, keduanya terjadi bukan karena kematian seseorang dan tidak karena kelahiran seseorang. Ketika kalian melihatnya, makia berdo’lah pada Allah dan shalatlah sampai selesai.” (Muttafaqun’ala’hi).

Sikap yang tepat ketika fenomena gerhana ini adalah takut, khawatir akan terjadi hari kiamat. Bukan kebiasaan orang seperti kebiasaan orang sekarang ini yang hanya ingin menyaksikan peristiwa gerhana dengan membuat album kenangan fenomena tersebut, tanpa mau mengindahkan tuntunan dan ajakan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika itu. Siapa tahu peristiwa ini adalah tanda datangnya bencana atau adzab, atau tanda semakin dekatnya hari kiamat.

Lihatlah yang dilakukan oleh Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam:

عَنْ أَبِى مُوسَى قَالَ خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِى زَمَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَامَ فَزِعًا يَخْشَى أَنْ تَكُونَ السَّاعَةُ حَتَّى أَتَى الْمَسْجِدَ فَقَامَ يُصَلِّى بِأَطْوَلِ قِيَامٍ وَرُكُوعٍ وَسُجُودٍ مَا رَأَيْتُهُ يَفْعَلُهُ فِى صَلاَةٍ قَطُّ ثُمَّ قَالَ « إِنَّ هَذِهِ الآيَاتِ الَّتِى يُرْسِلُ اللَّهُ لاَ تَكُونُ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُرْسِلُهَا يُخَوِّفُ بِهَا عِبَادَهُ فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا شَيْئًا فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ

Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu menuturkan, ”Pernah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi lantas berdiri takut karena khawatir akan terjadi hari kiamat, sehingga beliau pun mendatangi masjid kemudian beliau mengerjakan shalat dengan berdiri, ruku’ dan sujud yang lama. Aku belum pernah melihat beliau melakukan shalat sedemikian rupa.”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam lantas bersabda,”Sesungguhnya ini adalah tanda-tanda kekuasaan Allah yang ditunjukkan-Nya. Gerhana tersebut tidaklah terjadi karena kematian atau hidupnya seseorang. Akan tetapi Allah menjadikan demikian untuk menakuti hamba-hamba-Nya. Jika kalian melihat sebagian dari gerhana tersebut, maka bersegeralah untuk berdzikir, berdo’a dan memohon ampun kepada Allah.” (HR. Muslim no. 912)

An Nawawi rahimahullah menjelaskan mengenai maksud kenapa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam takut, khawatir terjadi hari kiamat. Beliau rahimahullah menjelaskan dengan beberapa alasan, di antaranya:Gerhana tersebut merupakan tanda yang muncul sebelum tanda-tanda kiamat seperti terbitnya matahari dari barat atau keluarnya Dajjal. Atau mungkin gerhana tersebut merupakan sebagian tanda kiamat.

Hendaknya seorang mukmin merasa takut kepada Allah, khawatir akan tertimpa adzab-Nya. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam saja sangat takut ketika itu, padahal kita semua tahu bersama bahwa beliau shallallahu ’alaihi wa sallam adalah hamba yang paling dicintai Allah. Lalu mengapa kita hanya melewati fenomena semacam ini dengan perasaan biasa saja, mungkin hanya diisi dengan perkara yang tidak bermanfaat dan sia-sia, bahkan mungkin diisi dengan berbuat maksiat. Na’udzu billahi min dzalik.



Shalat Gerhana


Shalat gerhana dilakukan sebanyak dua raka’at dan ini berdasarkan kesepakatan para ulama. Namun, para ulama berselisih mengenai tata caranya. Ada yang mengatakan bahwa shalat gerhana dilakukan sebagaimana shalat sunnah biasa, dengan dua raka’at dan setiap raka’at ada sekali ruku’, dua kali sujud. Ada juga yang berpendapat bahwa shalat gerhana dilakukan dengan dua raka’at dan setiap raka’at ada dua kali ruku’, dua kali sujud. Pendapat yang terakhir inilah yang lebih kuat sebagaimana yang dipilih oleh mayoritas ulama. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 1/435-437)

Hal ini berdasarkan hadits:

“Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan bahwa pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana matahari. Beliau lalu mengutus seseorang untuk menyeru ‘ASH SHALATU JAMI’AH’ (mari kita lakukan shalat berjama’ah). Orang-orang lantas berkumpul. Nabi lalu maju dan bertakbir. Beliau melakukan empat kali ruku’ dan empat kali sujud dalam dua raka’at. (HR. Muslim no. 901)

“Aisyah menuturkan bahwa gerhana matahari pernah terjadi pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dan mengimami manusia dan beliau memanjangkan berdiri. Kemuadian beliau ruku’ dan memperpanjang ruku’nya. Kemudian beliau berdiri lagi dan memperpanjang berdiri tersebut namun lebih singkat dari berdiri yang sebelumnya. Kemudian beliau ruku’ kembali dan memperpanjang ruku’ tersebut namun lebih singkat dari ruku’ yang sebelumnya. Kemudian beliau sujud dan memperpanjang sujud tersebut. Pada raka’at berikutnya beliau mengerjakannya seperti raka’at pertama. Lantas beliau beranjak (usai mengerjakan shalat tadi), sedangkan matahari telah nampak.” (HR. Bukhari, no. 1044)

Shalat gerhana disebut juga shalat khusuf/ kusuf (gerhana matahari/ bulan), tergantung waktu pelaksanaannya. Adapun ketentuan pelaksanaan shalat sunah ini ialah:

1. Memastikan terjadinya gerhana bulan atau matahari,

2. Shalat gerhana dilakukan saat gerhana,

3. Dilakukan berjemaah,

4. Tidak ada adzan dan iqamah,

5. Berniat di dalam hati dan tidak dilafadzkan karena melafadzkan niat termasuk perkara yang tidak ada tuntunannya dari Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam dan beliau shallallahu ’alaihi wa sallam juga tidak pernah mengajarkannya lafadz niat pada shalat tertentu kepada para sahabatnya.

6. Shalat gerhana berjumlah dua rakaat dengan dua rukuk setiap rakaat.

7. Bacaan shalat gerhana bulan dijaharkan (nyaring) sedangkan shalat gerhana matahari sebaliknya. Ada juga yang berpendapat bahwa kedua-duanya dijaherkan (dikeraskan suaranya, bukan lirih) sebagaimana terdapat dalam hadits Aisyah:

جَهَرَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - فِى صَلاَةِ الْخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ

”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menjaherkan bacaannya ketika shalat gerhana.” (HR. Bukhari no. 1065 dan Muslim no. 901)

8. Setelah rukuk pertama, setiap rakaat membaca Al-Fatihah dan surat lainnya.

9. Pada rakaat pertama, bacaan surat pertama lebih panjang dari surat kedua, begitu juga pada rakaat kedua.

10. Setelah shalat disunahkan khutbah.

Tata Cara Shalat Gerhana

1. Berniat. Niat shalat gerhana: “Ushalli sunnatal khusuufi rak’ataini lillahita’aalaa” artinya : “Aku niat shalat gerhana bulan dua rakaat karena Allah”

2. Takbiratul ihram yaitu bertakbir sebagaimana shalat biasa.

3. Membaca do’a istiftah dan berta’awudz, kemudian membaca surat Al Fatihah dan membaca surat yang panjang (seperti surat Al Baqarah).

4. Kemudian ruku’ sambil memanjangkannya.

5. Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal) sambil mengucapkan

“Sami allahu liman hamidah, rabbana wa lakal hamd”

Artinya: “Maha mendengar Allah terhadap orang yang memuji-Nya. Wahai Robb kami, bagi Engkaulah segala puji”

6. Setelah i’tidal ini tidak langsung sujud, namun dilanjutkan dengan membaca surat Al Fatihah dan surat yang lebih pendek dari surat sebelumnya. Berdiri yang kedua ini lebih singkat dari yang pertama.

7. Kemudian ruku’ kembali (ruku’ kedua) yang panjangnya lebih pendek dari ruku’ sebelumnya.

8. Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal) sambil mengucapkan:

” Sami’ allahu liman hamidah, rabbana wa lakal hamd, hamdan katsiran thayyiban mubaarakan fiihi, mil’as samaa’i wa mil’al ardh, wa mil’a ma syi’ta min syai’in ba’du”

Artinya: “Maha mendengar Allah terhadap orang yang memuji-Nya. Wahai Robb kami,bagi Engkaulah segala puji dengan pujian yang banyak, baik dan penuh keberkahan padanya, sepenuh langit, sepenuh bumi dan sepenuh apa yang Engkau kehendaki dari segala sesuatu sesudahnya”.

9. Kemudian sujud yang panjangnya sebagaimana ruku’, lalu duduk di antara dua sujud (tidak memperlama duduk diantara dua sujud ) kemudian sujud kembali.

10. Kemudian bangkit dari sujud lalu mengerjakan raka’at kedua sebagaimana raka’at pertama hanya saja bacaan dan gerakan-gerakannya lebih singkat dari sebelumnya.

11. Tasyahud dan Salam.

12. Setelah itu imam menyampaikan khutbah kepada para jama’ah yang berisi anjuran untuk berdzikir, berdo’a, beristighfar, sedekah, dan membebaskan budak. (Lihat Zaadul Ma’ad, Ibnul Qayyim, 349-356, Darul Fikr dan Shohih Fiqih Sunnah, 1/438)

Inilah salat gerhana sebagaimana yang dikerjakan oleh Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam dan sebagaimana yang diriwayatkan dari beliau tentang hal itu melalaui beberapa jalan, sebagiannya di Ash Shahihain.

Diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah Radhiyallahu ‘Anha , “Matahari mengalami gerhana pada masa Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam, maka beliau berdiri, bertakbir, dan orang-orang berbaris dibelakang beliau. Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam membaca bacaan yang panjang lalu beliau ruku’ dengan ruku’ yang lama, kemudian mengangkat kepalanya dan mengucapkan, “SAMI’ ALLAAHU LIMAN HAMIDAH, RABBANAA WA LAKA AL HAMDU”. Kemudian beliau berdiri dan membaca bacaan yang panjang lebih pendek dari bacaan yang pertama, lalu takbir dan ruku’ yang lama lebih pendek dari ruku’ yang pertama, kemudian mengucapkan, “SAMI’ ALLAAHU LIMAN HAMIDAH, ROBBANAA WA LAKA AL HAMDU”. Kemudian sujud. Lalu beliau mengerjakan yang seperti itu pada rakaat yang kedua hingga sempurna empat ruku’ dan empat sujud. Dan matahari kembali terlihat sebelum beliau selesai” (Muttafaqun ‘Alaih) [6]

Dan disunnahkan untuk shalat dengan berjama’ah berdasar perbuatan Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam. Dan boleh untuk mengerjakan sendiri-sendiri, tetapi mengerjakannya dengan berjama’ah lebih utama.

Disunnahkan bagi imam untuk memberikan nasehat kepada manusia setelah shalat gerhana, mengingatkan mereka dari kelalaian dan kelengahan serta memerintahkan mereka untuk memperbanyak doa dan istighfar.

Dalam Ash Shahih dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha (artinya),

“Bahwa Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam telah selesai shalat dan matahari telah nampak, lalu beliau berkhutbah di hadapan manusia, memuji Allah dan memuja-Nya, dan bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah, keduanya tidak terkena gerhana karena kematian atau kehidupan seseorang, jika kalian melihat yang demikian itu, maka berdo’alah kepada Allah, bertakbir, mengerjakan shalat, dan bershadaqahlah…”.” [7]

Apabila shalat sudah selesai sebelum gerhana hilang, hendaknya mengingat dan berdo’a kepada Allah hingga gerhana tersebut hilang, dan tidak perlu mengulang shalat, seharusnya menyempurnakan shalat dan tidak menghentikannya; berdasar firman Allah ,

وَلا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ (٣٣)

“Dan janganlah kamu merusakkan amal-amalmu” (Muhammad:33)

Maka shalat dilakukan pada waktu terjadinya gerhana berdasar sabda beliau, “hingga gerhana itu hilang”, dan sabda beliau, “Hingga dihilangkan apa yang menimpa kalian”.[8]

Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Gerhana terkadang lama waktunya dan terkadang pendek, tergantung gerhananya. Terkadang tertutup semuanya (gerhana total), terkadang separuh atau sepertiganya. Jika yang tertutup besar; hendaknya memanjangkan shalat hingga membaca Al Baqarah dan yang semisalnya pada raka’at pertama dan setelah ruku’ yang kedua hendaknya membaca yang lebih pendek. Telah datang hadits-hadits shahih dari Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam tentang apa yang kami sebutkan. Dan disyariatkan untuk mempercepat shalat jika telah hilang sebabnya. Begitu pula jika mengetahui bahwa gerhana tersebut tidak lama. Dan apabila gerhana tersebut menipis sebelum shalat, maka supaya memulai shalat dan memendekkannya, itulah pendapat jumhur Ahli Ilmu; karena shalat tersebut disyariatkan berdasarkan’illah (sebab), dan ‘illah itu telah hilang. Jika gerhana itu hilang sebelum shalat; maka tidak perlu shalat….”. [9]

Sumber:

1. Rahmadanil, Agustus 20, 2007, http://islamikaforteen.wordpress.com/2007/08/20/shalat-gerhana/

2. Wira, 23 Januari 2009, http://ulamasunnah.wordpress.com/2009/01/23/tuntunan-shalat-gerhana/

3. Muhammad Abduh Tuasikal, Januari 24, 2009, http://rumaysho.wordpress.com/2009/01/24/tata-cara-shalat-gerhana/


FootNote:

1. [1] Dikeluarkan oleh AL Bukhari ( Nomer 1041, 1057, 3204) dan Muslim (Nomer 911).

2. [2] Muttafaq ‘Alaih dari hadits Al Mughirah Bin Syu’bah; Al Bukhari (1060) [2/705] ini adalah lafadznya; dan Muslim (2119) [2/457].

3. [3] Dikeluarkan oleh Al Bukhari (1059) [2/704] Al Kusuf 14; dan Muslim (912).

4. [4] Muttafaq ‘Alaih dari hadits Mughirah: Al Bukhari (1043) [2/679] Al Kusuf 1, ini adalah lafadznya; dan Muslim (2119) [3/457] Al Kusuf 5

5. [5] Dikeluarkan oleh Muslim dari hadits Jabir (2099) [3/447] Al Kusuf 5.

6. [6] Muttafaq ‘Alaih: Al Bukhari (1046) [2/688]; dan Muslim (2088) [3/440].

7. [7] Muttafaq ‘Alaih: Al Bukhari (1044) [2/682]; dan Muslim (2086) [3/438].

8. [8] Dikeluarkan oleh Al Bukhari (1063) [2/706] Al Kusuf 17. Dan asalnya adalah Muttafaq ‘Alaih dari hadits ABu Mas’ud Al Anshari: Al Bukhari (1041) [2/678] Al Kusuf 1; dan Muslim (2111) [3/453] Al Kusuf 5.

9. [9] Lihat “Majmu Fataawaa Syaikh Al Islam”

10. (Dinukil untuk blog ulamasunnah dari www.ghuroba.blogsome.com. Sumber: Kitab Al Mulakhkhash Al Fiqhi, Edisi Indonesia: Ringkasan Fiqih Islami 1, Penerbit Pustaka Salafiyah)

Minggu, 25 Januari 2009

TAUJIH

Apa itu Taujih?
Membimbing anggota dan menolongnya untuk mengerahkan jerih payah mereka dalam rangka merealisasikan tujuan-tujuan yang diharapkan. Dengan bahasa lain: nasihat yang berdiri atas qana’ah, bimbingan dan motivasi kepada anggota untuk beramal secara wajar dan dengan hati lega pada arah tertentu, atau untuk meninggalkan suatu amal pada arah tertentu pula.

Urgensi Taujih
1. Memberi andil dalam menyelesaikan berbagai tujuan yang telah direncanakan.
2. Menjauhkan anggota dari kesalahan terus menerus dan kebiasaan salah
3. Menjauhkan organisasi dari banyak problem yang membuang-buang waktu dan tenaga
4. Memberi andil dalam mentarbiyah para pemimpin dan orang-orang yang memiliki kafa-ah
5. Menjauhkan anggota dari berbagai problem psikis atau organisasi yang dapat menyebabkan penggembosan atau berhenti dari beramal.

Adab-Adab Taujih
1. Hendaklah sang murabbi menjadi qudwah dalam taujih yang diberikannya kepada orang lain
2. Taujih hendaklah didahului oleh cinta timbal balik (antara murabbi dan mutarabbi)
3. Lembut kepada yang diberi taujih
4. Nasihat hendaklah diberikan dengan bahasa tidak langsung, semisal “Ada kasus …”, sedangkan keadaan-keadaan khusus di-’ilaj secara tersendiri
5. Tawadhu’ dan bukannya dengan gaya: “Eh, dengerin apa yang gue omongin nih …”
6. Sabar
7. Jelas
8. Simpel
9. Berlapang dada untuk memperdengarkan
10. Mempergunakan kosa kata: “kita” sebagai pengganti kamu
11. Tidak terburu-buru menyuguhkan solusi saat memberi nasihat
12. Bersemangat untuk mengambil respon mutarabbi
13. Rabbani dalam arti tidak ada jatah (bagian) “pribadi” dalam taujih
14. Memperhatikan dan menekuni materi taujih
15. Mencarikan alasan

Di antara Adab Taujih Tarbawi yang Disampaikan Secara Langsung
Dari ‘Umar bin Abi Salamah, ia berkata: “Dahulu saya adalah anak kecil asuhan Rasulullah SAW, dan jika makan, tanganku nggerayang ke mana saja dari piring makanan, maka beliau SAW bersabda kepadaku: ‘Hai sayang! Bacalah bismillah, makanlah dengan tangan kanan, dan makanlah dari yang terdekat denganmu’”
Pelajaran
1. Kemestian adanya kesatuan psikologis antara guru dan murid. Dalam hal ini Rasulullah SAW makan bersamanya
2. Memilih waktu yang tepat untuk meng-’ilaj kesalahan. Dalam hal ini Rasulullah SAW memberikan taujih saat Umar mengulangi kesalahannya.
3. Memanggil dengan nama yang paling dicintai. Panggilan: “Hai sayang”!
4. Mempergunakan urutan tematik dalam meng-’ilaj kesalahan. Dalam hal ini Rasulullah SAW tidak hanya meng-’ilaj tangan Umar bin Abi Salaman yang nggerayang ke mana-mana itu saja, akan tetapi, beliau SAW melakukan pelurusan secara mendasar, yaitu saat Umar bin Abi Salamah duduk untuk makan: “Hai sayang! Bacalah bismillah…, oleh karena itu, berbagai problem hendaklah di-’ilaj dari dasarnya dan dengan berangsur-angsur
5. Mengaitkan seseorang dengan Allah SWT. Dalam hal ini Rasulullah SAW mengaitkan Umar dengan Penciptanya saat memulai makan dengan ucapan bismillah

Kaidah-Kaidah Taujih
1. Pada asalnya interaksi dengan orang yang salah itu menggunakan cara merangkul dan bukan membuang, sebab kita ingin membangun dan bukan menghancurkan
2. Pada asalnya interaksi dengan orang yang salah itu dengan memberikan ‘ilaj, bukan melukai
3. Jangan lupakan kebaikan masa lalu dan perjuangannya
4. Husnuzhan terhadap kemampuan orang yang kita beri taujih
5. Jangan perlakukan siapa pun sebagai orang yang salah selamanya: “kamu ini selalu salah…”, “Jangan datang ke tempat acara lagi…”, “Jangan datang tepat waktu sejak aku mengenalmu…”.
6. Kreatif dalam mempergunakan sarana
7. Murabbi mengaku salah saat terjadi dan jangan mendebat

Berbagai Perilaku yang Kontradiktif dengan Taujih yang Benar
1. Mempermalukan yang datang terlambat saat ia memasuki ruangan
2. Menunda dan memandang remeh dalam berinteraksi dengan berbagai problem
3. Membombardir yang salah tanpa mendengarkan alasannya
4. Selalu mengedepankan cara pemecatan dan ketegasan
5. Murabbi mendominasi perbincangan
6. Mempergunakan cara-cara interrogator

Kaidah Penting dalam Menjadikan Hukuman Sebagai Cara Taqwim
1. ‘Iqab tidak dipergunakan kecuali saat kesalahan berulang
2. Janganlah seseorang merasa bahwa murabbi membalas dendam kepadanya, namun, mutarabbi merasa dibimbing
3. Ta’zir (hukuman) hendaklah sesuai dengan ukuran kesalahan
4. Ta’zir atas kesalahan hendaklah berupa sesuatu yang mungkin dilaksanakan
5. Wajib ada upaya pelurusan terhadap kesalahan sebelum ta’zir
6. Menghindari cara mengancam akan memberikan ta’zir yang sulit terlaksana
7. Tidak ada syura dalam ta’zir
8. Antara satu orang dengan yang lainnya ada perbedaan dalam ta’zir
9. Tidak terburu-buru dalam menurunkan hukuman
10. Melupakan kesalahan-kesalahan terdahulu
11. Setelah di-’iqab, janganlah seseorang diingatkan kepada kesalahannya
12. Ta’zir tidak mengikuti hawa nafsu, akan tetapi mengikuti maslahat
13. Menghindari ta’zir saat marah, dan jangan cemberut di hadapan seseorang yang di-ta’zir
14. Menjelaskan posisi secara utuh setelah penjatuhan ‘iqab supaya rasa cinta tidak sirna
15. Tidak menunda ta’zir
16. Hendaklah ta’zir tidak terlalu keras
17. Janganlah seorang guru menghukum seseorang di hadapan orang-orang yang di bawah level terhukum, kecuali darurat
18. Jika hukuman dilakukan di depan publik, demikian pula dengan pemberian ganjaran

Bentuk Ta’zir
1. Pandangan kemarahan
2. Lupa (tidak perhatian) dengan sengaja
3. Isyarat
4. Meninggalkan kebiasaan mesra yang sudah dikenal
5. Menyindir
6. Berbicara terus terang
7. Denda (materi)
8. Berjalan dalam jarak tertentu

Dari : Di Antara Tugas Murabbi adalah Taujih
Oleh: Al-Ikhwan.net
Dipublikasikan pada 21/12/2008 / 22 Dhul-Hijjah 1429 H, dalam rubrik Risalah Nukhbawiyah.
http://www.al-ikhwan.net/di-antara-tugas-murabbi-adalah-taujih-1329/

Sabtu, 24 Januari 2009

Ikhlas

Ketika ada seorang sahabat yang bertanya tentang apa itu ikhlas kepada Baginda Rasulullah, Rasulullah menunda memberi jawaban, dan memilih beliau bertanya kepada Jibril. Jibril pun bertanya kepada Allah. Dan apa yang dikatakan Allah tentang ikhlas ini, beginilah sabda-Nya “Ikhlas adalah Suatu rahasia dari rahasia-KU yang Aku tempatkan di hati hamba-hamba-KU yang Ku-cintai.

Jumat, 23 Januari 2009

Hukum Pacaran Dalam Islam

Diambil dari:
http://ais.blogsome.com/2007/04/07/hukum-pacaran-dalam-islam/

Berhubung dalam comment di beberapa artikel dan di shoutbox ada sahabat yg menanyakan tentang pacaran dalam islam maka berikut saya carikan artikel kemudian saya posting kembali di sini dengan menyertakan sumber artikelnya. Semoga bermanfaat…

1. Hukum pacaran itu bagaimana sih? ….
2. Saya ingin tanya tentang pergaulan antara pria dan wanita menurut syariat islam! dan bagaimana hukumnya apabila tidak berpacaran namun bergaul dengan pria lain dan pria itu timbul perasaan terhadap kita walaupun kita tidak ingin dikatakan berpacaran dengan pria itu walaupun wanitanya lama-lama juga timbul perasaan tertarik pada pria tersebut? Atas jawabannya saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya! …
3. Saya muslimah ingin menyakan tentang hukum pacaran saya pernah dengar katanya pacaran itu haram lalu bagi cowok untuk mengetahui sifat/karakter pujaannya bisa mengirim saudaranya untuk mengetahui nya(mohon koreksinya), lalu bagaimana dengan cewek? apakah juga perlu mengirimkan saudaranya untuk mengetahui sifat cowok pujaanya? …
Jawaban:

Jawaban:

Dalam Islam, hubungan antara pria dan wanita dibagi menjadi dua, yaitu hubungan mahram dan hubungan nonmahram. Hubungan mahram adalah seperti yang disebutkan dalam Surah An-Nisa 23, yaitu mahram seorang laki-laki (atau wanita yang tidak boleh dikawin oleh laki-laki) adalah ibu (termasuk nenek), saudara perempuan (baik sekandung ataupun sebapak), bibi (dari bapak ataupun ibu), keponakan (dari saudara sekandung atau sebapak), anak perempuan (baik itu asli ataupun tiri dan termasuk di dalamnya cucu), ibu susu, saudara sesusuan, ibu mertua, dan menantu perempuan. Maka, yang tidak termasuk mahram adalah sepupu, istri paman, dan semua wanita yang tidak disebutkan dalam ayat di atas.

Uturan untuk mahram sudah jelas, yaitu seorang laki-laki boleh berkhalwat (berdua-duaan) dengan mahramnya, semisal bapak dengan putrinya, kakak laki-laki dengan adiknya yang perempuan, dan seterusnya. Demikian pula, dibolehkan bagi mahramnya untuk tidak berhijab di mana seorang laki-laki boleh melihat langsung perempuan yang terhitung mahramnya tanpa hijab ataupun tanpa jilbab (tetapi bukan auratnya), semisal bapak melihat rambut putrinya, atau seorang kakak laki-laki melihat wajah adiknya yang perempuan. Aturan yang lain yaitu perempuan boleh berpergian jauh/safar lebih dari tiga hari jika ditemani oleh laki-laki yang terhitung mahramnya, misalnya kakak laki-laki mengantar adiknya yang perempuan tour keliling dunia. Aturan yang lain bahwa seorang laki-laki boleh menjadi wali bagi perempuan yang terhitung mahramnya, semisal seorang laki-laki yang menjadi wali bagi bibinya dalam pernikahan.

Hubungan yang kedua adalah hubungan nonmahram, yaitu larangan berkhalwat (berdua-duaan), larangan melihat langsung, dan kewajiban berhijab di samping berjilbab, tidak bisa berpergian lebih dari tiga hari dan tidak bisa menjadi walinya. Ada pula aturan yang lain, yaitu jika ingin berbicara dengan nonmahram, maka seorang perempuan harus didampingi oleh mahram aslinya. Misalnya, seorang siswi SMU yang ingin berbicara dengan temannya yang laki-laki harus ditemani oleh bapaknya atau kakaknya. Dengan demikian, hubungan nonmahram yang melanggar aturan di atas adalah haram dalam Islam. Perhatikan dan renungkanlah uraian berikut ini.

Firman Allah SWT yang artinya, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Isra: 32).

“Katakanlah kepada orang-orang mukmin laki-laki: ‘Hendaklah mereka itu menundukkan sebahagian pandangannya dan menjaga kemaluannya ….’ Dan katakanlah kepada orang-orang mukmin perempuan: ‘Hendaknya mereka itu menundukkan sebahagian pandangannya dan menjaga kemaluannya …’.”
(An-Nur: 30–31).


Menundukkan pandangan yaitu menjaga pandangan, tidak dilepas begitu saja tanpa kendali sehingga dapat menelan merasakan kelezatan atas birahinya kepada lawan jenisnya yang beraksi. Pandangan dapat dikatakan terpelihara apabila secara tidak sengaja melihat lawan jenis kemudian menahan untuk tidak berusaha melihat mengulangi melihat lagi atau mengamat-amati kecantikannya atau kegantengannya.

Dari Jarir bin Abdullah, ia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah saw. tentang melihat dengan mendadak. Maka jawab Nabi, ‘Palingkanlah pandanganmu itu!” (HR Muslim, Abu Daud, Ahmad, dan Tirmizi).

Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. telah bersabda yang artinya, “Kedua mata itu bisa melakukan zina, kedua tangan itu (bisa) melakukan zina, kedua kaki itu (bisa) melakukan zina. Dan kesemuanya itu akan dibenarkan atau diingkari oleh alat kelamin.” (Hadis sahih diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Ibn Abbas dan Abu Hurairah).

“Tercatat atas anak Adam nasibnya dari perzinaan dan dia pasti mengalaminya. Kedua mata zinanya melihat, kedua teling zinanya mendengar, lidah zinanya bicara, tangan zinanya memaksa (memegang dengan keras), kaki zinanya melangkah (berjalan) dan hati yang berhazrat dan berharap. Semua itu dibenarkan (direalisasi) oleh kelamin atau digagalkannya.” (HR Bukhari).

Rasulullah saw. berpesan kepada Ali r.a. yang artinya, “Hai Ali, Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya! Kamu hanya boleh pada pandangan pertama, adapun berikutnya tidak boleh.” (HR Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi).

Al-Hakim meriwayatkan, “Hati-hatilah kamu dari bicara-bicara dengan wanita, sebab tiada seorang laki-laki yang sendirian dengan wanita yang tidak ada mahramnya melainkan ingin berzina padanya.”

Yang terendah adalah zina hati dengan bernikmat-nikmat karena getaran jiwa yang dekat dengannya, zina mata dengan merasakan sedap memandangnya dan lebih jauh terjerumus ke zina badan dengan, saling bersentuhan, berpegangan, berpelukan, berciuman, dan seterusnya hingga terjadilah persetubuhan.

Ath-Thabarani dan Al-Hakim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Allah berfirman yang artinya, ‘Penglihatan (melihat wanita) itu sebagai panah iblis yang sangat beracun, maka siapa mengelakkan (meninggalkannya) karena takut pada-Ku, maka Aku menggantikannya dengan iman yang dapat dirasakan manisnya dalam hatinya.”

Ath-Thabarani meriwayatkan, Nabi saw. bersabda yang artinya, “Awaslah kamu dari bersendirian dengan wanita, demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya, tiada seorang lelaki yang bersendirian (bersembunyian) dengan wanita malainkan dimasuki oleh setan antara keduanya. Dan, seorang yang berdesakkan dengan babi yang berlumuran lumpur yang basi lebih baik daripada bersentuhan bahu dengan bahu wanita yang tidak halal baginya.”

Di dalam kitab Dzamm ul Hawa, Ibnul Jauzi menyebutkan dari Abu al-Hasan al-Wa’ifdz bahwa dia berkata, “Ketika Abu Nashr Habib al-Najjar al-Wa’idz wafat di kota Basrah, dia dimimpikan berwajah bundar seperti bulan di malam purnama. Akan tetapi, ada satu noktah hitam yang ada wajahnya. Maka orang yang melihat noda hitam itu pun bertanya kepadanya, ‘Wahai Habib, mengapa aku melihat ada noktah hitam berada di wajah Anda?’ Dia menjawab, ‘Pernah pada suatu ketika aku melewati kabilah Bani Abbas. Di sana aku melihat seorang anak amrad dan aku memperhatikannya. Ketika aku telah menghadap Tuhanku, Dia berfirman, ‘Wahai Habib?’ Aku menjawab, ‘Aku memenuhi panggilan-Mu ya Allah.’ Allah berfirman, ‘Lewatlah Kamu di atas neraka.’ Maka, aku melewatinya dan aku ditiup sekali sehingga aku berkata, ‘Aduh (karena sakitnya).’ Maka. Dia memanggilku, ‘Satu kali tiupan adalah untuk sekali pandangan. Seandainya kamu berkali-kali memandang, pasti Aku akan menambah tiupan (api neraka).”

Hal tersebut sebagai gambaran bahwa hanya melihat amrad (anak muda belia yang kelihatan tampan) saja akan mengalami kesulitan yang sangat dalam di akhirat kelak.

“Semalam aku melihat dua orang yang datang kepadaku. Lantas mereka berdua mengajakku keluar. Maka, aku berangkat bersama keduanya. Kemudian keduanya membawaku melihat lubang (dapur) yang sempit atapnya dan luas bagian bawahnya, menyala api, dan bila meluap apinya naik orang-orang yang di dalamnya sehingga hampir keluar. Jika api itu padam, mereka kembali ke dasar. Lantas aku berkata, ‘Apa ini?’ Kedua orang itu berkata, ‘Mereka adalah orang-orang yang telah melakukan zina.” (Isi hadis tersebut kami ringkas redaksinya. Hadis di ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).

Di dalam kitab Dzamm ul-Hawa, Ibnul Jauzi menyebutkan bahwa Abu Hurairah r.a. dan Ibn Abbas r.a., keduanya berkata, Rasulullah saw. Berkhotbah, “Barang siapa yang memiliki kesempatan untuk menggauli seorang wanita atau budak wanita lantas dia melakukannya, maka Allah akan mengharamkan surga untuknya dan akan memasukkan dia ke dalam neraka. Barang siapa yang memandang seorang wanita (yang tidak halal) baginya, maka Allah akan memenuhi kedua matanya dengan api dan menyuruhnya untuk masuk ke dalam neraka. Barang siapa yang berjabat tangan dengan seorang wanita (yang) haram (baginya) maka di hari kiamat dia akan datang dalam keadaan dibelenggu tangannya di atas leher, kemudian diperintahkan untuk masuk ke dalam neraka. Dan, barang siapa yang bersenda gurau dengan seorang wanita, maka dia akan ditahan selama seribu tahun untuk setiap kata yang diucapkan di dunia. Sedangkan setiap wanita yang menuruti (kemauan) lelaki (yang) haram (untuknya), sehingga lelaki itu terus membarengi dirinya, mencium, bergaul, menggoda, dan bersetubuh dengannya, maka wanitu itu juga mendapatkan dosa seperti yang diterima oleh lelaki tersebut.”

‘Atha’ al-Khurasaniy berkata, “Sesungguhnya neraka Jahanam memiliki tujuh buah pintu. Yang paling menakutkan, paling panas, dan paling bisuk baunya adalah pintu yang diperuntukkan bagi para pezina yang melakukan perbuatan tersebut setelah mengetahui hukumnya.”

Dari Ghazwan ibn Jarir, dari ayahnya bahwa mereka berbicara kepada Ali ibn Abi Thalib mengenai beberapa perbuatan keji. Lantas Ali r.a. berkata kepada mereka, “Apakah kalian tahu perbuatan zina yang paling keji di sisi Allah Jalla Sya’nuhu?” Mereka berkata, “Wahai Amir al-Mukminin, semua bentuk zina adalah perbuatan keji di sisi Allah.” Ali r.a. berkata, “Akan tetapi, aku akan memberitahukan kepada kalian sebuah bentuk perbuatan zina yang paling keji di sisi Allah Tabaaraka wa Taala, yaitu seorang hamba berzina dengan istri tetangganya yang muslim. Dengan demikian, dia telah menjadi pezina dan merusak istri seorang lelaki muslim.” Kemudian, Ali r.a. berkata lagi, “Sesungguhnya akan dikirim kepada manusia sebuah aroma bisuk pada hari kiamat, sehingga semua orang yang baik maupun orang yang buruk merasa tersiksa dengan bau tersebut. Bahkan, aroma itu melekat di setiap manusia, sehingga ada seseorang yang menyeru untuk memperdengarkan suaranya kepada semua manusia, “Apakah kalian tahu, bau apakah yang telah menyiksa penciuman kalian?” Mereka menjawab, “Demi Allah, kami tidak mengetahuinya. Hanya saja yang paling mengherankan, bau tersebut sampai kepada masing-masing orang dari kita.” Lantas suara itu kembali terdengar, “Sesungguhnya itu adalah aroma alat kelamin para pezina yang menghadap Allah dengan membawa dosa zina dan belum sempat bertobat dari dosa tersebut.”

Bukankah banyak kejadian orang-orang yang berpacaran dan bercinta-cinta dengan orang yang telah berkeluarga? Jadi, pacaran tidak hanya mereka yang masih bujangan dan gadis, tetapi dari uisa akil balig hingga kakek nenek bisa berbuat seperti yang diancam oleh hukuman Allah tersebut di atas. Hanya saja, yang umum kelihatan melakukan pacaran adalah para remaja.

Namun, bukan berarti tidak ada solusi dalam Islam untuk berhubungan dengan nonmahram. Dalam Islam hubungan nonmahram ini diakomodasi dalam lembaga perkawinan melalui sistem khitbah/lamaran dan pernikahan.

“Hai golongan pemuda, siapa di antara kamu yang mampu untuk menikah, maka hendaklah ia menikah, karena menikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih memelihara kemaluan. Tetapi, siapa yang tidak mampu menikah, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu dapat mengurangi syahwat.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmizi, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan Darami).

Selain dua hal tersebut di atas, baik itu dinamakan hubungan teman, pergaulan laki perempuan tanpa perasaan, ataupun hubungan profesional, ataupun pacaran, ataupun pergaulan guru dan murid, bahkan pergaulan antar-tetangga yang melanggar aturan di atas adalah haram, meskipun Islam tidak mengingkari adanya rasa suka atau bahkan cinta. Anda bahkan diperbolehkan suka kepada laki-laki yang bukan mahram, tetapi Anda diharamkan mengadakan hubungan terbuka dengan nonmahram tanpa mematuhi aturan di atas. Maka, hubungan atau jenis pergaulan yang Anda sebutkan dalam pertanyaan Anda adalah haram. Kalau masih ingin juga, Anda harus ditemani kakak laki-laki ataupun mahram laki-laki Anda dan Anda harus berhijab dan berjilbab agar memenuhi aturan yang telah ditetapkan Islam.

Hidup di dunia yang singkat ini kita siapkan untuk memperoleh kemenangan di hari akhirat kelak. Oleh karena itu, marilah kita mulai hidup ini dengan bersungguh-sungguh dan jangan bermain-main. Kita berusaha dan berdoa mengharap pertolongan Allah agar diberi kekuatan untuk menjalankan perintah dan meninggalkan larangan-Nya. Semoga Allah menolong kita, amin.

Adapun pertanyaan berikutnya kami jawab bahwa cara mengetahui sifat calon pasangan adalah bisa tanya secara langsung dengan memakai pendamping (penengah) yang mahram. Atau, bisa melalui perantara, baik itu dari keluarga atau saudara kita sendiri ataupun dari orang lain yang dapat dipercaya. Hal ini berlaku bagi kedua belah pihak. Kemudian, bagi seorang laki-laki yang menyukai wanita yang hendak dinikahinya, sebelum dilangsungkan pernikahan, maka baginya diizinkan untuk melihat calon pasangannya untuk memantapkan hatinya dan agar tidak kecewa di kemudian hari.

“Apabila seseorang hendak meminang seorang wanita kemudian ia dapat melihat sebagian yang dikiranya dapat menarik untuk menikahinya, maka kerjakanlah.” (HR Abu Daud).

Hal-hal yang mungkin dapat dilakukan sebagai persiapan seorang muslim apabila hendak melangsungkan pernikahan.
1. Memilih calon pasangan yang tepat.
2. Diproses melalui musyawarah dengan orang tua.
3. Melakukan salat istikharah.
4. Mempersiapkan nafkah lahir dan batin.
5. Mempelajari petunjuk agama tentang pernikahan.
6. Membaca sirah nabawiyah, khususnya yang menyangkut rumah tangga Rasulullah saw.
7. Menyelesaikan persyaratan administratif sesui dengan peraturan daerah tempat tinggal.
8. Melakukan khitbah/pinangan.
9. Memperbanyak taqarrub kepada Allah supaya memperoleh kelancaran.
10. Mempersiapkan walimah.

Demikian uraian jawaban kami, wallaahu a’lam.
______________________
Sumber : Al Islam Or Id

Selasa, 20 Januari 2009

Haruskan Dukung Palestina?

Kalau ada ribut-ribut di negara- negara Arab, misalnya di Mesir,
Palestina, atau Suriah, kita sering bertanya apa signifikansi
dukungan terhadap Negara tersebut. Misalnya baru-baru ini ketika
Palestina diserang. Ngapain sih mendukung Palestina?
Pertanyaan tersebut diatas sering kita dengar, terutama karena kita
bukan orang Palestina, bukan bangsa Arab, rakyat sendiri sedang
susah, dan juga karena entah mendukung atau enggak, sepertinya tidak
berpengaruh pada kegiatan kita sehari-hari.
Padahal, untuk yang belum mengetahui.. kita sebagai orang Indonesia
malah berhutang dukungan untuk Palestina.
Sukarno-Hatta boleh saja memproklamasikan kemerdekaan RI de facto
pada 17 Agustus 1945, tetapi perlu diingat bahwa untuk berdiri (de
jure) sebagai negara yang berdaulat, Indonesia membutuhkan pengakuan
dari bangsa-bangsa lain. Pada poin ini kita tertolong dengan adanya
pengakuan dari tokoh tokoh Timur Tengah, sehingga Negara Indonesia
bisa berdaulat.
Gong dukungan untuk kemerdekaan Indonesia ini dimulai dari Palestina
dan Mesir, seperti dikutip dari buku "Diplomasi Revolusi Indonesia
di Luar Negeri" yang ditulis oleh Ketua Panitia Pusat Perkumpulan
Kemerdekaan Indonesia , M. Zein Hassan Lc. Buku ini diberi kata
sambutan oleh Moh. Hatta (Proklamator & Wakil Presiden pertama RI),
M. Natsir (mantan Perdana Menteri RI), Adam Malik (Menteri Luar
Negeri RI ketika buku ini diterbitkan) , dan Jenderal (Besar) A.H.
Nasution.
M. Zein Hassan Lc. Lt. sebagai pelaku sejarah, menyatakan dalam
bukunya pada hal. 40, menjelaskan tentang peranserta, opini dan
dukungan nyata Palestina terhadap kemerdekaan Indonesia, di saat
negara-negara lain belum berani untuk memutuskan sikap.
Dukungan Palestina ini diwakili oleh Syekh Muhammad Amin Al-Husaini
-mufti besar Palestina- secara terbuka mengenai kemerdekaan
Indonesia:
".., pada 6 September 1944, Radio Berlin berbahasa Arab menyiarkan
'ucapan selamat' mufti Besar Palestina Amin Al-Husaini (beliau
melarikan diri ke Jerman pada permulaan perang dunia ke dua) kepada
Alam Islami, bertepatan 'pengakuan Jepang' atas kemerdekaan
Indonesia. Berita yang disiarkan radio tersebut dua hari berturut-
turut, kami sebar-luaskan, bahkan harian "Al-Ahram" yang terkenal
telitinya juga menyiarkan." Syekh Muhammad Amin Al-Husaini dalam
kapasitasnya sebagai mufti Palestina juga berkenan menyambut
kedatangan delegasi "Panitia Pusat Kemerdekaan Indonesia" dan
memberi dukungan penuh. Peristiwa bersejarah tersebut
tidak banyak diketahui generasi sekarang, mungkin juga para pejabat
dinegeri ini.
Bahkan dukungan ini telah dimulai setahun sebelum Sukarno-Hatta
benar-benar memproklamirkan kemerdekaan RI. Tersebutlah seorang
Palestina yang sangat bersimpati terhadap perjuangan Indonesia ,
Muhammad Ali Taher. Beliau adalah seorang saudagar kaya Palestina
yang spontan menyerahkan seluruh uangnya di Bank Arabia tanpa
meminta tanda bukti dan berkata: "Terimalah semua kekayaan saya ini
untuk memenangkan perjuangan Indonesia .."
Setelah seruan itu, maka negara daulat yang berani mengakui
kedaulatan RI pertama kali oleh Negara Mesir 1949. Pengakuan resmi
Mesir itu (yang disusul oleh negara-negara Tim-Teng lainnya) menjadi
modal besar bagi RI untuk secara sah diakui sebagai negara yang
merdeka dan berdaulat penuh. Pengakuan itu membuat RI berdiri
sejajar dengan Belanda (juga dengan negara-negara merdeka lainnya)
dalam segala macam perundingan & pembahasan tentang Indonesia di
lembaga internasional.
Dukungan Mengalir Setelah Itu
Setelah itu, sokongan dunia Arab terhadap kemerdekaan Indonesia
menjadi sangat kuat. Para pembesar Mesir, Arab dan Islam
membentuk 'Panitia Pembela Indonesia '. Para pemimpin negara dan
perwakilannya di lembaga internasional PBB dan Liga Arab sangat
gigih mendorong diangkatnya isu Indonesia dalam pembahasan di dalam
sidang lembaga tersebut.
Di jalan-jalan terjadi demonstrasi- demonstrasi dukungan kepada
Indonesia oleh masyarakat Timur Tengah. Ketika terjadi serangan
Inggris atas Surabaya 10 November 1945 yang menewaskan ribuan
penduduk Surabaya, demonstrasi anti Belanda-Inggris merebak di Timur-
Tengah khususnya Mesir. Sholat ghaib dilakukan oleh masyarakat di
lapangan-lapangan dan masjid-masjid di Timur Tengah untuk para
syuhada yang gugur dlm pertempuran yang sangat dahsyat itu.
Yang mencolok dari gerakan massa internasional adalah ketika momentum
Pasca Agresi Militer Belanda ke-1, 21 juli 1947, pada 9 Agustus. Saat
kapal "Volendam" milik Belanda pengangkut serdadu dan senjata telah
sampai di Port Said.
Ribuan penduduk dan buruh pelabuhan Mesir berkumpul di pelabuhan itu.
Mereka menggunakan puluhan motor-boat dengan bendera merah-putih -
tanda solidaritas- berkeliaran di permukaan air guna mengejar dan
menghalau blokade terhadap motor-motor- boat perusahaan asing yang
ingin menyuplai air & makanan untuk kapal "Volendam" milik Belanda
yang berupaya melewati Terusan Suez, hingga kembali ke pelabuhan.
Kemudian motor boat besar pengangkut logistik untuk "Volendam"
bergerak dengan dijaga oleh 20 orang polisi bersenjata beserta Mr.
Blackfield, Konsul Honorer Belanda asal Inggris, dan Direktur
perusahaan pengurus kapal Belanda di pelabuhan. Namun hal itu tidak
menyurutkan perlawanan para buruh Mesir.
Wartawan 'Al-Balagh' pada 10/8/47 melaporkan:
"Motor-motor boat yang penuh buruh Mesir itu mengejar motor-boat
besar itu dan sebagian mereka dapat naik ke atas deknya. mereka
menyerang kamar stirman, menarik keluar petugas-petugasnya, dan
membelokkan motor-boat besar itu kejuruan lain."
Melihat fenomena itu, majalah TIME (25/1/46) dengan nada minornya
menakut-nakuti Barat dengan kebangkitan Nasionalisme-Islam di Asia
dan Dunia Arab. "Kebangkitan Islam di negeri Muslim terbesar di dunia
seperti di Indonesia akan menginspirasikan negeri-negeri Islam
lainnya untuk membebaskan diri dari Eropa."
Melihat peliknya usaha kita untuk merdeka, semoga bangsa Indonesia
yang saat ini merasakan nikmatnya hidup berdaulat tidak melupakan
peran bangsa bangsa Arab, khususnya Palestina dalam membantu
perdjoeangan kita.
Statement Tokoh dalam buku ini:
Dr. Moh. Hatta
"Kemenangan diplomasi Indonesia yang dimulai dari Kairo. Karena
dengan pengakuan Mesir dan negara-negara Arab lainnya terhadap
Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat penuh, segala
jalan tertutup bagi Belanda untuk surut kembali atau memungkiri
janji, sebagai selalu dilakukannya di masa-masa yang lampau."
A.H. Nasution
"Karena itu tertjatatlah, bahwa negara-2 Arab jang paling dahulu
mengakui RI dan paling dahulu mengirim misi diplomatiknja ke Jogja
dan jang paling dahulu memberi bantuan biaja bagi diplomat-2
Indonesia di luar negeri. Mesir, Siria, Irak, Saudi-Arabia, Jemen,
memelopori pengakuan de jure RI bersama Afghanistan dan IranTurki
mendukung RI. Fakta-2 ini merupakan hasil perdjuangan diplomat-2
revolusi kita. Dan simpati terhadap RI jang tetap luas di negara-2
Timur Tengah merupakan modal perdjuangan kita seterusnja, jang harus
terus dibina untuk perdjuangan jang ditentukan oleh UUD '45 : "ikut
melaksanakan ketertiban dunia jang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial".
"Perumpamaan kaum muslimin yang saling kasih mengasihi dan cinta
mencintai antara satu sama lain ibarat satu tubuh. Jika salah satu
anggota berasa sakit maka seluruh tubuh akan turut berasa sakit dan
tidak dapat tidur." (HR Bukhari)

Imel dari Reinnuer Amin