Minggu, 25 Januari 2009

TAUJIH

Apa itu Taujih?
Membimbing anggota dan menolongnya untuk mengerahkan jerih payah mereka dalam rangka merealisasikan tujuan-tujuan yang diharapkan. Dengan bahasa lain: nasihat yang berdiri atas qana’ah, bimbingan dan motivasi kepada anggota untuk beramal secara wajar dan dengan hati lega pada arah tertentu, atau untuk meninggalkan suatu amal pada arah tertentu pula.

Urgensi Taujih
1. Memberi andil dalam menyelesaikan berbagai tujuan yang telah direncanakan.
2. Menjauhkan anggota dari kesalahan terus menerus dan kebiasaan salah
3. Menjauhkan organisasi dari banyak problem yang membuang-buang waktu dan tenaga
4. Memberi andil dalam mentarbiyah para pemimpin dan orang-orang yang memiliki kafa-ah
5. Menjauhkan anggota dari berbagai problem psikis atau organisasi yang dapat menyebabkan penggembosan atau berhenti dari beramal.

Adab-Adab Taujih
1. Hendaklah sang murabbi menjadi qudwah dalam taujih yang diberikannya kepada orang lain
2. Taujih hendaklah didahului oleh cinta timbal balik (antara murabbi dan mutarabbi)
3. Lembut kepada yang diberi taujih
4. Nasihat hendaklah diberikan dengan bahasa tidak langsung, semisal “Ada kasus …”, sedangkan keadaan-keadaan khusus di-’ilaj secara tersendiri
5. Tawadhu’ dan bukannya dengan gaya: “Eh, dengerin apa yang gue omongin nih …”
6. Sabar
7. Jelas
8. Simpel
9. Berlapang dada untuk memperdengarkan
10. Mempergunakan kosa kata: “kita” sebagai pengganti kamu
11. Tidak terburu-buru menyuguhkan solusi saat memberi nasihat
12. Bersemangat untuk mengambil respon mutarabbi
13. Rabbani dalam arti tidak ada jatah (bagian) “pribadi” dalam taujih
14. Memperhatikan dan menekuni materi taujih
15. Mencarikan alasan

Di antara Adab Taujih Tarbawi yang Disampaikan Secara Langsung
Dari ‘Umar bin Abi Salamah, ia berkata: “Dahulu saya adalah anak kecil asuhan Rasulullah SAW, dan jika makan, tanganku nggerayang ke mana saja dari piring makanan, maka beliau SAW bersabda kepadaku: ‘Hai sayang! Bacalah bismillah, makanlah dengan tangan kanan, dan makanlah dari yang terdekat denganmu’”
Pelajaran
1. Kemestian adanya kesatuan psikologis antara guru dan murid. Dalam hal ini Rasulullah SAW makan bersamanya
2. Memilih waktu yang tepat untuk meng-’ilaj kesalahan. Dalam hal ini Rasulullah SAW memberikan taujih saat Umar mengulangi kesalahannya.
3. Memanggil dengan nama yang paling dicintai. Panggilan: “Hai sayang”!
4. Mempergunakan urutan tematik dalam meng-’ilaj kesalahan. Dalam hal ini Rasulullah SAW tidak hanya meng-’ilaj tangan Umar bin Abi Salaman yang nggerayang ke mana-mana itu saja, akan tetapi, beliau SAW melakukan pelurusan secara mendasar, yaitu saat Umar bin Abi Salamah duduk untuk makan: “Hai sayang! Bacalah bismillah…, oleh karena itu, berbagai problem hendaklah di-’ilaj dari dasarnya dan dengan berangsur-angsur
5. Mengaitkan seseorang dengan Allah SWT. Dalam hal ini Rasulullah SAW mengaitkan Umar dengan Penciptanya saat memulai makan dengan ucapan bismillah

Kaidah-Kaidah Taujih
1. Pada asalnya interaksi dengan orang yang salah itu menggunakan cara merangkul dan bukan membuang, sebab kita ingin membangun dan bukan menghancurkan
2. Pada asalnya interaksi dengan orang yang salah itu dengan memberikan ‘ilaj, bukan melukai
3. Jangan lupakan kebaikan masa lalu dan perjuangannya
4. Husnuzhan terhadap kemampuan orang yang kita beri taujih
5. Jangan perlakukan siapa pun sebagai orang yang salah selamanya: “kamu ini selalu salah…”, “Jangan datang ke tempat acara lagi…”, “Jangan datang tepat waktu sejak aku mengenalmu…”.
6. Kreatif dalam mempergunakan sarana
7. Murabbi mengaku salah saat terjadi dan jangan mendebat

Berbagai Perilaku yang Kontradiktif dengan Taujih yang Benar
1. Mempermalukan yang datang terlambat saat ia memasuki ruangan
2. Menunda dan memandang remeh dalam berinteraksi dengan berbagai problem
3. Membombardir yang salah tanpa mendengarkan alasannya
4. Selalu mengedepankan cara pemecatan dan ketegasan
5. Murabbi mendominasi perbincangan
6. Mempergunakan cara-cara interrogator

Kaidah Penting dalam Menjadikan Hukuman Sebagai Cara Taqwim
1. ‘Iqab tidak dipergunakan kecuali saat kesalahan berulang
2. Janganlah seseorang merasa bahwa murabbi membalas dendam kepadanya, namun, mutarabbi merasa dibimbing
3. Ta’zir (hukuman) hendaklah sesuai dengan ukuran kesalahan
4. Ta’zir atas kesalahan hendaklah berupa sesuatu yang mungkin dilaksanakan
5. Wajib ada upaya pelurusan terhadap kesalahan sebelum ta’zir
6. Menghindari cara mengancam akan memberikan ta’zir yang sulit terlaksana
7. Tidak ada syura dalam ta’zir
8. Antara satu orang dengan yang lainnya ada perbedaan dalam ta’zir
9. Tidak terburu-buru dalam menurunkan hukuman
10. Melupakan kesalahan-kesalahan terdahulu
11. Setelah di-’iqab, janganlah seseorang diingatkan kepada kesalahannya
12. Ta’zir tidak mengikuti hawa nafsu, akan tetapi mengikuti maslahat
13. Menghindari ta’zir saat marah, dan jangan cemberut di hadapan seseorang yang di-ta’zir
14. Menjelaskan posisi secara utuh setelah penjatuhan ‘iqab supaya rasa cinta tidak sirna
15. Tidak menunda ta’zir
16. Hendaklah ta’zir tidak terlalu keras
17. Janganlah seorang guru menghukum seseorang di hadapan orang-orang yang di bawah level terhukum, kecuali darurat
18. Jika hukuman dilakukan di depan publik, demikian pula dengan pemberian ganjaran

Bentuk Ta’zir
1. Pandangan kemarahan
2. Lupa (tidak perhatian) dengan sengaja
3. Isyarat
4. Meninggalkan kebiasaan mesra yang sudah dikenal
5. Menyindir
6. Berbicara terus terang
7. Denda (materi)
8. Berjalan dalam jarak tertentu

Dari : Di Antara Tugas Murabbi adalah Taujih
Oleh: Al-Ikhwan.net
Dipublikasikan pada 21/12/2008 / 22 Dhul-Hijjah 1429 H, dalam rubrik Risalah Nukhbawiyah.
http://www.al-ikhwan.net/di-antara-tugas-murabbi-adalah-taujih-1329/

0 komentar: